Jika UU ITE Tidak Beri Keadilan Jokowi Akan Minta DPR Revisi, Soroti Adanya Pasal Multitafsir

16 Februari 2021, 18:33 WIB
Foto Presiden Jokowi saat memberikan pidato /Twitter @jokowi

KABAR WONOSOBO – Presiden Jokowi ternyata menangkap apa yang menjadi kekhawatiran masyarakat terkait UU ITE. Masyarakat khususnya warganet banyak menyoriti adanya “Pasal Karet” yang penafsirannya bisa berbeda dan mudah diinterpretasikan secara sepihak. 

Hal itu diungkapkan Jokowi melalui siaran di kanal youtube Sekretariat Presiden yang diunggah pada Senin 15 Februari 2021 saat menyampaikan pengarahan kepada Pimpinan TNI-Polri.

“Semangat UU ITE adalah menjaga ruang digital Indonesia agar bersih.  Keberadaan ruang digital diharapkan dapat dimanfaatkan secara produktif,” kata Jokowi dalam siaran itu.

Baca Juga: Monster Energy Yamaha Moto GP Dilaunching, Persiapkan Maverick Vinales dan Fabio Quartararo Untuk Losail Qatar

Jokowi berpesan agar pada pelaksaanya jangan sampai menimbulkan rasa ketidakadilan. Bahkan apabila dalam penerapannya, UU ITE tidak memberikan rasa keadilan maka Presiden akan meminta DPR untuk merevisi UU ITE tersebut.

Apalagi untuk pasal yang menimbulkan penafsiran berbeda, Jokowi menegaskan untuk menghapus pasal tersebut.

Sehingga kedepanya tidak ada lagi pasal karet yang menghalangi masyarakat untuk mengkritik dan keadilan di ruang media bisa terwujud.

Baca Juga: Apple Car dengan Teknologi Self-Driving Diproduksi Mulai 2024, Fokus pada Efisiensi Baterai Tingkat Tinggi

Di kesempatan lain, pada pidato Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020, Senin 8 februari 2021 Jokowi meminta masyarkat untuk lebih aktif menyampaikan kritik terhadap kinerja pemerintah.

Warganet kemudian menanggapi ajakan Presiden itu lewat kanal-kanal media sosial pribadi mereka. Banyak netizen yang mengunggah cuitan tentang UU ITE berkaitan dengan berbagai kasus terbaru.

Salah satunya kasus dr. Richard Lee. Kasus terkait unggahan di kanal youtube dr. Richard Lee pada Agustus 2020 yang mengulas tentang opini tentang bahaya sebuah produk kecantikan. Ulasan itu berujung pada pelaporan pencemaran nama baik.

Baca Juga: Trailer Baru Justice League Zack Snyder's Cut Dirilis, Banyak Deleted Scene dan Karakter Penting Muncul?

Hal itu mendukung catatan dari Safenet, bahwa sejak tahun 2016 sampai Oktober 2020, ada sebanyak 324 kasus yang menggunakan UU ITE sebagai alat jerat. 

Menanggapi ajakan mengkritik pemerintah itu, Ahli ekonomi Kwik Kian Gie bahkan mengaku merasa ketakutan jika ingin mengemukakan pendapat. Hal itu disampaikannya lewat cuitan di akun twitternya @kiangiekwik pada Sabtu 6 Februari 2021.

Seperti diketahui Kwik Kian Gie pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Ekonomi pada tahun 1999-2000.

Baca Juga: Buku Irfan Afifi Saya, Jawa, dan Islam Terlahir Hasil dari Proses Lelaku Mengenali Diri dan Sejarah

Dalam cuitan itu, dirinya bahkan membandingkan era pemerintahan Jokowi dengan mantan presiden Soeharto tentang penyampaian kritik pada pemerintah dan di Retweet sebanyak 10.700 kali.

Netizen lain sekaligus Komika Bintang Emon dengan jumlah follower 1,4 Juta juga menyampaikan keresahannya lewat postingan di akun twitter @bintangemon pada 12 Februari 2021.

“Kritik tapi aturannya terlalu banyak. Pedes dikit penghinaan, pencemaran nama baik. Pake fakta, kadang bisa aja dibikin fakta baru sebagai tandingan. Kek contohnya omnibus. Berapa versi itu. Kalo ada yang protes, bilangnya itu versi yang awal. Jatohnya jadi hoax. Mantep dah,” cuitan itu di Retweet sebanyak 2.683 kali.

Baca Juga: Dory Harsa Makan Kerupuk Merdu Sekali, Bisa Jadi Musik Lewat Skill Komposer Asal Wonosobo Ini

Lewat postingan lainnya pada 9 Oktober 2020, Bintang Emon pernah membagikan foto dengan caption “Cara aman terhindar dari UU ITE”.

Dalam foto itu Bintang dalam posisi duduk berpose dengan kedua jempol diikat dengan lakban hitam dan mulut yang juga ditempel lakban hitam.***

 

 

 

 

Editor: Erwin Abdillah

Sumber: YouTube Sobat Dosen

Tags

Terkini

Terpopuler