FKUB Jateng Angkat Budaya dan Tradisi Wilayah Untuk Moderasi Beragama, Gelar Sarasehan di Wonosobo

11 November 2021, 11:38 WIB
Sarasehan FKUB Jateng dengan tema 'Pemberdayaan Potensi Daerah dan Percepatan Moderasi Beragama' di dusun Giyanti Desa Kadipaten, Kecamatan Selomerto, Wonosobo Rabu 10 November 2021 /Kabar Wonosobo/ Erwin Abdillah

KABAR WONOSOBO – Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Jawa Tengah berupaya mempercepat terwujudnya moderasi beragama di seluruh wilayah Jawa Tengah dengan mengelar serangkaian kegiatan.

Salah satunya dengan agenda Sarasehan dengan tema 'Pemberdayaan Potensi Daerah dan Percepatan Moderasi Beragama' di Pasar Ting Njanti, Desa Kadipaten, Kecamatan Selomerto, Wonosobo pada Rabu 10 November 2021.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah, KH Taslim Syahlan menyebut bahwa Indonesia memiliki kekayaan luar biasa yang terkandung dalam nilai-nilai keagamaan, kearifan lokal, dan karya-karya kebudayaan.

Khususnya di Jawa Tengah sendiri sudah ada tradisi lokal yang mendukung terwujudnya kerukunan antar umat beragama. sekaligus potensi untuk membangun moderasi beragama dan meneguhkan negara sebagaimana semboyan bhineka tunggal ika.

Baca Juga: Temui Wakil Bupati, FKUB Komitmen Jaga Persatuan Sekaligus Hadirkan Solusi di Wonosobo

"Ada banyak sekali contoh nilai-nilai agama dan kepercayaan yang inklusif berkembang di masing-masing daerah. Misalnya, bahwa semua agama mengajarkan untuk saling mengormati dan memuliakan, tolong menolong dalam kebaikan, dan lain-lain, bahkan di Wonosobo ini gotong-royongnya sangat bagus," kata KH Taslim Syahlan.

Bermodal kearifan lokal yang berkembang sejak berabad-abad lalu, diantaranya budaya berkunjung, saling membantu dan gotong-royong merupakan kekayaan utama bangsa Indonesia. Sebab, kekuatan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dapat terus terjalin dengan nilai-nilai luhur kearifan lakal tersebut.

"Masing-masing daerah memiliki potensi kearifan lokal yang perlu dieksplorasi secara maksimal," jelasnya dihadapan para peserta sarasehan yang terdiri dari unsur FKUB kabupaten/kota, Kesbangpol dan Kemenag se-eks Karesidenan Kedu.

Adanya kasus radikalisme yang sempat muncul bisa dihindari dengan kesadaran akan kearifan lokal yang meneguhkan nasionalisme. Menurutnya, kasus radikalisme maupun intoleranisme yang rame di medsos bisa dikonter dengan nilai yang sudah ada.

Baca Juga: Kerukunan Umat Beragama di Wonosobo Telah Terbangun Harmonis, Diminta Terus Dijaga Bersama

"Kedepan semua FKUB yang ada di Jawa Tengah bisa gotong royong antar budaya masing-masing agama dengan tujuan agar kerukunan dan persatuan serta perdamaian antar umat beragama tetap terjaga dengan baik,"katanya.

Terkait hal itu, Bupati Wonosobo Afif Nurhidayat menyebut fenomena heterogenitas bangsa merupakan realitas yang tak terbantahkan, bahwa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, memiliki keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Antar-golongan, namun disatukan melalui semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.

“Peran strategis FKUB sangat penting, sebagai wadah dan tempat dimana perbedaan-perbedaan yang ada dipertemukan, dikomunikasikan serta dipersatukan, tanpa harus saling meniadakan satu dengan yang lainnya, melalui suatu kesadaran kultural bersama seluruh anak bangsa, yang diaplikasikan, diaktualisasikan dan diimplementasikan dalam kehidupan,” katanya.

Senada, Ketua FKUB Wonosobo Dr. Zaenal Sukawi menyebut bahwa dunia saat ini sedang menghadapi tantangan yang besar dan kompleks termasuk dampak pandemic covid-19. Di samping juga endemic pemahaman keagamaan, dan transformasi digital dengan berbagai perubahan yang sangat cepat, massif dan viral.

Baca Juga: Wujudkan Geopark Dieng, Wonosobo dan Banjarnegara Harus Letakkan Ego Sektoral

“Butuh adanya penguatan potensi daerah identitas dan kearifan lokal. Kabupaten Wonosobo yang mengalami tiga gelombang peradaban Nusantara yaitu, Sejarah peradaban Dieng hingga era Diponegoro,” jelas Sukawi.

Peradaban Diengyang diawali Sang Hyang Jagadnata pada awal-awal masehi, disebut rektor Unsiq itu melahirkan peradaban nusantara melalui wangsa Sanjaya dan Saelendra. Lalu pada saat proses datangnya islam di Wonosobo dengan berbagai kesulitannya pada abad 13 an. Selanjutnya pada saat perang gerilya perang Diponegoro yang kemudian dijadikan dasar penetapan Hari Jadi Wonosobo tanggal 24 Juli 1825.

“Kit membutuhkan tata Kelola pemerintahan daerah yang baik, bersih dan indah dengan keteladanan pemimpin dan para tokoh. Kerukunan dan moderasi beragama harus diawali dari rumah kita masing-masing," pungkasnya.***

Editor: Erwin Abdillah

Tags

Terkini

Terpopuler