KABAR WONOSOBO – Buku karya Irfan Afifi berjudul Saya, Jawa, dan Islam dibedah dalam sebuah diskusi menghadirkan penulis lokal Wonosobo dan para pembaca sejarah. Diskusi itu membahas mendalam proses penulisan buku yang menempuh waktu yang cukup panjang hingga terbit pada 2019.
Dikatakan Irfan, Saya, Jawa, dan Islam banyak membahas tentang bagaimana Islam di era paskaperang Diponegoro serta perubahan tatanan pemerintahan di masa itu. Khususnya dalam konteks sejarah di masa itu yakni menekan perjuangan melawan Belanda yang dimotori kaum pesantren.
“Sebenarnya buku ini didasari pencarian saya atas identitas saya sendiri. Bagaimana saya mengenali diri saya sendiri yang lahir sebagai orang Jawa dan Islam. Setelah lulus dari kuliah di jurusan Filsafat UGM itu saya pernah mondok di Pesantren selama dua tahun dalam pencarian terhadap diri itu,” tutur Irfan, pemuda Ngawi yang kini tinggal di Yogyakarta.
Baca Juga: Demi 8 Konten Youtube Dosen Muda Rela Jelajahi 34 Wilayah Jateng Sejauh 1635 KM
Diskusi tentang buku Saya, Jawa, dan Islam juga mengupas berbagai fakta sejarah tentang sistem edukasi yang dirombak oleh Belanda untuk menghapuskan metode pendidikan ala Jawa di masa itu. Padahal pendidikan Jawa sudah mengakar lewat keberadaan Pondok Pesantren.
“Di pesantren itu saya belajar semua hal terutama tentang filsafat dari awal meskipun saya sudah lulus kuliah jurusan Filsafat,” katanya.
Dijelaskan Irfan, ada fakta menarik yakni dulunya para abdi dalem keraton juga diwajibkan masuk pesantren sebelum mengabdi. Begitu juga pendidikan yang dienyam para putra-putri raja juga mewajibkan adanya pendidikan pesantren.
Hal itulah yang mendasari berbagai tatanan yang ada pada masa itu khususnya di wilayah Jawa. Buku bersampul putih bertajuk Saya, Jawa, dan Islam merupakan karya perdana yang diterbitkan Irfan Afifi dan diakuinya sebagai kumpulan tulisan dan pergulatan.
Bahkan dalam testimoni bukunya tertulis pada awalnya tidak diniatkan dalam sebuah bangun keutuhan sebuah buku dan tidak dibayangkan terpublikasikan seperti saat ini. Pada takaran tertentu Irfan menyebut bukunya menjadi jejak yang menandai kesatuan pergulatan, proses, dan pemikiran penulisnya.
"Kesatuan itu utamanya soal kejawaan dan juga keislaman. Di masa itu saya benar-benar terbenam dalam penghayatan dan mulai menyadari harus mengenali diri saya sendiri,” tuturnya.
Sebuah fakta bahwa dirinya “terpaksa” lahir di sebuah dusun di Jawa, dengan seluruh perangkat tradisi, budaya, dan praktik keseharian bahkan terhadap ajaran agamanya membuatnya sampai pada titik di mana judul itu lahir yakni saya Jawa, saya Islam.
Dalam diskusi itu selain hadir para budayawan lokal juga turut hadir penulis novel kelahiran Wonosobo, Jusuf AN yang belum lama ini menerbitkan karyanya di penerbit Basa Basi bertajuk Ibu Yang Selalu Berdandan Sebelum Tidur.***