KABAR WONOSOBO - Nightmares and Daydreams, serial terbaru garapan Joko Anwar, menghadirkan tujuh kisah ajaib yang dialami manusia di berbagai era. Serial ini dikemas dalam format antologi, di mana setiap episode membawa cerita dan karakter yang berbeda.
Kesan Pertama dan Perbandingan
Sejak pengumumannya di pertengahan 2022, banyak yang mengantisipasi Nightmares and Daydreams sebagai versi Indonesia dari "The Twilight Zone". Setelah menonton keseluruhan episodenya, ekspektasi tersebut terbilang tepat. Serial ini menghadirkan sensasi menegangkan dan penuh teka-teki, meninggalkan penonton dengan pertanyaan "Apa maksudnya?" di akhir setiap episode, setidaknya dari episode 1 hingga 6. Baru di episode terakhir, penonton akan menemukan jawaban yang memuaskan.
Keunikan dan Gaya Bercerita
Nightmares and Daydreams menawarkan cerita-cerita ajaib yang dekat dengan keseharian. Sudut pandang "orang biasa" yang digunakan dalam penceritaan membuat penonton mudah terhubung dengan karakter dan latar belakang mereka. Hal ini semakin diperkuat dengan akting yang luar biasa dari seluruh pemain, bahkan untuk peran singkat seperti kemunculan Joko Anwar di episode 4.
Baca Juga: Ada Empat Film Pendek Baru dari Wes Anderson di Netflix, Semuanya Terinspirasi Cerpen Roald Dahl
Kekuatan Visual dan Sinematografi
Desain produksi serial ini patut diapresiasi. Setiap episode terasa seperti film yang berbeda, dengan latar waktu dan properti yang beragam. Penggunaan efek prostetik dan CGI pun terbilang baik, meskipun pada beberapa bagian, seperti episode 1 dan 4, masih terlihat kurang mulus.
Kekurangan dan Catatan
Meskipun mampu memikat penonton di paruh awal episode, eksekusi cerita di beberapa episode terasa kurang memuaskan, terutama pada episode 1, 4, 5, dan 7. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti alur cerita yang terlalu rumit atau transisi yang terkesan terburu-buru.