Perjuangan Aktivis Feminis Hadapi Ujaran Seksis di Tengah Pemilu Korea Selatan

- 26 Maret 2022, 10:30 WIB
Aktivis feminis Korea Selatan disebut berjuang keras selama pemilu karena ujaran seksis. Ilustrasi dari
Aktivis feminis Korea Selatan disebut berjuang keras selama pemilu karena ujaran seksis. Ilustrasi dari /Freepik

KABAR WONOSOBO― Pemilihan umum (pemilu) presiden Korea Selatan tahun 2022 ini disebut menjadi “pertarungan” bagi para aktivis di negara Hallyu tersebut.

Dilansir oleh Kabar Wonosobo melalui laman Washington Post, isu kesenjangan gender kian memenas lewat gerakan “Anti Feminis.”

Aktivis feminis disebut kian bekerja keras ketika kampanye pemilu yang dimenangkan pengganti Moon Jae In, Yoon Suk Yeol. 

Hal tersebut karena presiden terpilih Korea Selatan tersebut disebut merupakan sosok “Anti Feminis” yang menggalang dukungan termasuk menggunakan narasi tersebut.

Baca Juga: Buku Kim Ji Yeong Lahir Tahun 1982 Karya Cho Nam Joo, Gambarkan Budaya Patriarki di Korea Selatan

Pakar bahkan menyebut bahwa suara para perempuan telah ditenggelamkan oleh para laki-laki termasuk dalam ranah politik.

Korea Selatan sendiri merupakan salah satu negara dengan budaya patriarki yang masih sangat kental.

Washington Post menulis bahwa di Korea Selatan, feminis menjadi salah satu kata “terlarang” lantaran prinsip yang dianut.

“Tumbuh dewasa, kami diberi tahu bahwa rumah akan tampak menyedihkan jika kokok ayam betina lebih keras dibanding ayam jantan,” terang aktivis feminis Kim Ju Hee kepada Washington Post.

“Hal tersebut membuat para perempuan lebih susah untuk berperan sebagai aktor politik,” sambungnya.

Baca Juga: Profil Yoon Seok Yeol Presiden Terpilih Korea Selatan, Mantan Jaksa Agung yang Anti Feminis

Pada tahun 2018, politikus laki-laki Korea Selatan sempat tergusur dengan kampanye #MeToo.

Selain itu, terbitnya buku Kim Ji Yeong Born 1982 karya Cho Nam Joo yang mengangkat isu patriarki juga kian menjadi kekuatan.

Namun, kendati Korea Selatan kian ‘ramah’ dengan pekerja perempuan, mereka masih mendapat diskriminasi (termasuk gaji) hingga pelecehan.

Problema tersebut digambarkan pula oleh Cho Nam Joo melalui buku Kim Ji Yeong Born 1982 yang lantas sukses di luar negeri.

Kendati demikian, Kim Ji Yeong Born 1982 yang dianggap ‘buku feminis’ juga dikecam oleh beberapa pihak di Korea Selatan.

Telah diberitakan sebelumnya bahwa RM BTS, Irene Red Velvet, dan Sooyoung Girls Generations tak luput dari kecaman tersebut.

Hal tersebut disebabkan lantaran ketiganya ketahuan menjadi pembaca dari buku karya Cho Nam Joo tersebut.  

Baca Juga: Isu Feminisme Naik Setelah Pemilu, RM BTS dan Irene Red Velvet Sempat Kena Hujat karena Buku Cho Nam Joo

Pada tahun 2013 silam, aktivis feminis Korea Selatan sempat memiliki harapan cerah ketika Park Geun Hye, seorang perempuan, diangkat sebagai presiden.

Kendati demikian, Park Geun Hye rupanya terjerat skandal korupsi yang juga diungkap oleh Yoon Suk Yeol.

Pendukung Park Geun Hye yaitu mantan presiden Korea Selatan, Moon Jae In, juga mendeklarasikan dirinya sebagai ‘presiden feminis’.

Kendati demikian, pakar politik menyebut bahwa presiden yang diganitkan Yoon Suk Yeol tersebut disebut hanya bentuk ‘self proclaimed’.

Moon Jae In sendiri merupakan mantan presiden yang kini digantikan oleh Yoon Suk Yeol.

Narasi ‘anti feminis’ yang telah dibangun Yoon Suk Yeol sendiri menjadi ancaman bagi kesenjangan gender di Korea Selatan.

Gerakan terbesar Yoon Suk Yeol untuk problema tersebut misalnya akan misinya membubarkan Kementrian Gender yang lantas menjadi perjuangan baru para aktivis feminis.

Telah diberitakan sebelumnya bahwa tak kurang dari 27 kelompok advokasi perempuan yang menolak dan mengkritik Yoon Suk Yeol atas misinya tersebut.***

Editor: Khaerul Amanah

Sumber: Washington Post


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x