"Kita khawatir bonus demografi itu tidak dapat kita petik setelah 30 tahun kita didera polusi seperti ini," tambahnya.
Bukan Hal Baru
Ternyata polusi Jakarta yang memprihatinkan ini bukanlah hal baru. Sebagaimana disampaikan oleh Ahmad Safrudin, Jakarta telah dilanda masalah polusi selama kurang lebih 30 tahun belakangan.
Menurut United Nations Environment Programme (UNEP), buruknya kualitas udara di Jakarta sudah terdeteksi sejak awal tahun 1990-an.
Baca Juga: Kebakaran Landa Parkiran Depan Mall Gandaria City Jakarta Selatan, Penyebabnya Sepele
Saat itu, Program Lingkungan PBB (UNEP) melakukan uji petik kualitas udara di 20 megapolitan dari seluruh dunia, termasuk Jakarta. Ibu kota negara Indonesia dipilih karena waktu itu diprediksi akan menjadi wilayah padat penduduk di kemudian hari yang berisiko memiliki kualitas udara yang buruk.
Berdasarkan hasil uji petik, nilai Suspended Particulated Matter (SPM) di Jakarta menunjukkan "masalah serius" berdasarkan ukuran Badan Kesehatan Dunia (WHO).
SPM merupakan partikel halus berasal dari pembakaran bahan bakar fosil yang melayang di udara dalam jangka waktu yang relatif lama. Partikel yang umumnya terdiri dari kalium, cadnium, air raksa dan logam berat lainnya dapat berpengaruh pada kesehatan manusia jika terhirup. Risikonya gangguan sistem saraf pusat, hipertensi, iritasi mata-hidung-tenggorokan, penyakit paru, hingga gangguan sistem reproduksi.
Baca Juga: DARURAT! Inilah 10 Provinsi di Indonesia dengan Kasus Bunuh Diri Terbanyak, Tidak Ada DKI Jakarta!