Mengapa Banyak Caleg Stres? Ternyata Segini Biaya yang Dikeluarkan Seorang Caleg Agar Lolos Parlemen!

31 Januari 2024, 21:41 WIB
Berapa biaya menjadi caleg? mengapa banyak caleg stres? /

KABAR WONOSOBO - Berapa biaya yang dikeluarkan seorang caleg untuk dapat lolos ke parlemen? Mengapa banyak caleg yang stres jika gagal menjadi anggota parlemen? Berikut ulasan dan hasil risetnya.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa menjadi seorang calon anggota legislatif (caleg) membutuhkan biaya besar untuk menang dan lolos menjadi anggota parlemen.

Biaya caleg di tingkat nasional tentunya lebih besar, namun biaya menjadi caleg di tingkat legislatif daerah juga tidak kalah mencengangkan.

Baca Juga: Cerita Orang Miskin Jadi Caleg, Cari Modal dari Bersihin WC sampai Tempel Stiker di Sabun

Maka rasanya wajar apabila banyak caleg yang stres dan frustasi hingga terganggu kejiwaannya apabila setelah mengeluarkan dana besar ternyata masih juga gagal menjadi anggota dewa.

Menurut riset dari lembaga Prajna Research Indonesia pada pemilu-pemilu sebelumnya, biaya minimal yang harus disiapkan seorang caleg adalah Rp1-2 miliar untuk tingkat DPR pusat.

Kemudian Rp500-Rp1 miliar untuk tingkat DPRD provinsi dan Rp250-300 juta untuk tingkat DPRD kabupaten/kota. Angka itu tentunya bukan patokan baku dan sangat mungkin masih berada di bawah dana sebenarnya yang dikeluarkan.

Baca Juga: Daftar Caleg Mantan Narapidana di Pemilu 2024, Catat Namanya!

Sejauh ini jarang sekali para caleg yang blak-blakan mengenai dana kampanye yang dikeluarkannya selama masa kampanye dan jelang hari pemilihan.

Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Hurriyah menuturkan bahwa mahalnya biaya politik yang ditanggung para politisi yang bertarung dalam pemilu disebabkan oleh model pencalonan dan kampanye yang kandidat sentris.

Artinya, partai politik hanya berperan sebagai penjual tiket pencalonan. Sedangkan beban kampanye, logistik, hingga tim sukses dilimpahkan seluruhnya kepada masing-masing kandidat. Faktor kedua adalah masifnya praktik politik uang yang kemudian menjadi 'kelaziman untuk dilakukan'.

Hal itu juga menciptakan pandangan di masyarakat bahwa para caleg adalah 'sinterklas yang bagi-bagi hadiah'.

Baca Juga: Hanura Kirim 30 Caleg ke Pileg 2024 Demi Kursi DPRD Wonosobo, Simak Selengkapnya!

“Politik uang merupakan cara instan caleg yang baru turun jelang pemilu ke dapil. Ini adalah konsekuensi dari absennya politik programatik partai dan caleg,” kata Hurriyah.

Terakhir adalah sistem pemilu proporsional terbuka, yang mana seorang caleg dipilih secara langsung berdasarkan suara mayoritas.

“Kontestasi akhirnya menjadi begitu ketat. Satu partai mencalonkan tujuh sampai bahkan sepuluh caleg di satu dapil, belum lagi mereka harus bertarung dengan calon dari partai lain untuk memperebutkan kursi yang sama," tutur Hurriyah.

"Cara-cara instan seperti politik uang menjadi jalan pintas yang diambil,” ucapnya menambahkan.

Baca Juga: 31 Caleg PKS Bakal Rebutan 45 Kursi DPRD Wonosobo di Pileg 2024, Siapa Saja?

Pertarungan Jadi Anggota Dewan

Terdapat 9.917 caleg yang bertarung memperebutkan 580 kursi DPR pusat di 84 daerah pemilihan (dapil) pada Pemilu tahun 2024. Masing-masing calon memiliki rata-rata peluang hanya sebesar 5,8 persen.

Persaingan pun tak kalah ketat di level bawahnya. Misalnya di DKI Jakarta, terdapat 1.818 caleg yang memperebutkan 106 kursi (5,8 persen peluang) DPRD DKI Jakarta.

Kemudian, 732 caleg akan memperebutkan 50 kursi (6,8 persen peluang) DPRD Purwakarta. Secara nasional, terdapat 2.372 kursi DPRD provinsi yang diperebutkan di 301 dapil. Kemudian, 17.510 kursi DPRD kabupaten/kota di 2.325 dapil.

Baca Juga: Daftar 42 Caleg PAN di Pileg 2024, Siap Bertarung Rebutkan 45 Kursi DPRD Wonosobo

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, mahalnya biaya politik mempengaruhi terjadinya praktik pencurian uang rakyat yang dilakukan oleh para pejabat publik.

Berdasarkan survei KPK dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), biaya yang dibutuhkan untuk mencalonkan diri sebagai bupati atau walikota sebesar Rp20-30 miliar.

Alan tetapi, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa jumlah biaya politik itu belum tentu membuat kandidat para calon kepala daerah memenangkan kontestasi politik.

Baca Juga: Daftar 45 Caleg PPP Siap Rebutkan Kursi DPRD Wonosobo di Pileg 2024

Sebab, para calon pemimpin itu harus merogoh kocek sekitar Rp50-Rp70 miliar. "Memang dari survei kami, tidak semua biaya itu dari kantong calon, tapi ada sponsor yang rata-rata adalah para vendor atau pengusaha setempat biasanya pengusaha konstruksi," tuturnya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari BBC.

Sayangnya, biaya yang dikucurkan pengusaha setempat tidak diberikan secara cuma-cuma. Antropolog komparatif dari Universitas Amsterdam, Belanda, Ward Berenschot menilai hal itu akan mereduksi calon-calon yang berkompeten untuk menjadi pejabat publik dan sulit mewujudkan demokrasi berkualitas.

Oleh karena itu, peneliti senior Lembaga studi Asia Tenggara dan Karibia Kerajaan Belanda (KITLV) Leiden tersebut mengatakan bahwa sudah saatnya pemerintah Indonesia mengubah sistem pemilu sehingga bisa mengakomodasi seluruh sumber daya manusia (SDM) yang berkompeten, tanpa harus mengeluarkan uang yang banyak. Salah satu opsi yang Ward usulkan adalah subsidi untuk parpol.***

 

Editor: Agung Setio Nugroho

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler