MULAN INDONESIA! Kisah The Sin Nio, Pahlawan Wanita Asal Wonosobo yang Menyamar Jadi Pria Demi Ikut Perang

- 17 Agustus 2023, 22:20 WIB
Kolase Foto The Sin Nio, Pejuang kemerdekaan asal Wonosobo di majalah Sarinah terbitan 6 Agustus 1984
Kolase Foto The Sin Nio, Pejuang kemerdekaan asal Wonosobo di majalah Sarinah terbitan 6 Agustus 1984 /dok. Majalah Sarinah

KABAR WONOSOBO – Sosok Mulan asal China yang ada di film animasi dan live action Disney ternyata ada di kehidupan nyata, bahkan berasal dari Kabupaten Wonosobo. Mari mengenal The Sin Nio, pahlawan wanita asal Wonosobo yang menyamar menjadi laki-laki agar bisa ikut berperang melawan penjajah.

The Sin Nio adalah seorang pejuang wanita asal Wonosobo yang turut berjuang di masa pra hingga masa mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yang sempat hampir kembali dirampas oleh Belanda.

Bahkan, setelah masa kemerdekaan dan kondisi negara aman, Sin Nio yang asli Wonosobo, sempat hidup terlantar ketika berjuang bertahan hidup di Jakarta.

Baca Juga: Teka-teki Kematian Kreator Yu Gi Oh Terungkap, Saksi: Dia Seorang Pahlawan 

Dikutip Kabar Wonosobo dari Majalah Sarinah yang terbit 6 Agustus 1984, Koleksi Museum Pustaka Peranakan Tionghoa, berikut fakta mengenai kehidupan The Sin Nio yang patut diangkat sebagai sosok teladan dan perwujudan Kartini lewat jalan sunyi sebenarnya.

LATAR BELAKANG

The Sin Nio merupakan warga Wonosobo yang lahir pada masa penjajahan Belanda, sekitar tahun 1915.

The Sin Nio memiliki enam anak dari dua orang suami, keduanya ikatan pernikahannya berakhir dengan perceraian. 

Baca Juga: Siapa Inggit Garnasih? Sosok yang Diusulkan Menjadi Pahlawan Nasional oleh Megawati

Sebagai janda dengan enam anak, hidup Sin Nio sangatlah berat, dan atas itu, tekad semakin bulat untuk pindah dari Wonosobo ke Jakarta pada tahun 1973.

Alasan lain ke Jakarta adalah karena pejuang perempuan Wonosobo itu tidak mendapatkan pensiun sebagai pejuang kemerdekaan.

Maka Sin Nio mantap berangkat ke Jakarta untuk mengurus hak pensiunnya dan meskipun dinilai cukup jarang adanya pejuang Tionghoa, nyatanya ada sederet pejuang Tionghoa yang hingga kini tercatat sebagai pahlawan pejuang kemerdekaan.

Baca Juga: 5 Orang Ini Resmi Dinobatkan Jadi Pahlawan Inovator, Siapa Saja?

THE SIN NIO: MULAN INDONESIA

Dalam catatan perjuangannya, Sin Nio ikut bertempur melawan Belanda dan bergabung dalam Kompi 1 Batalion 4 Resimen 18.

"Oma ini awalnya ikut membantu di bagian logistik, membantu menyediakan makan untuk prajurit-prajurit," kata Rosalia Sulistiawati, cucu The Sin Nio.

Tapi, nampaknya Sin Nio tidak puas hanya mengambil peran di dapur, sementara pejuang lainnya mengadu nyawa melawan Belanda.

Baca Juga: Sejarah Peringatan Hari Juang TNI AD, Cerita Perjuangan Pahlawan di Bawah Komando Jenderal Sudirman



"Yang saya dengar, setelah ikut angkat senjata itu, Oma menjadi laki-laki. Penampilan selayaknya prajurit laki-laki."

"Rambutnya pendek. Namanya jadi sudah bukan jadi Oma Sin lagi, tapi jadi Mochamad Moeksin," tutur Rosalia yang mendengar cerita dari ayahnya.

Berada di bawah komando Sukarno yang terakhir berpangkat Brigjend dan pernah menjadi Duta Besar RI untuk Aljazair. Di Resimen itu, Sin Nio adalah satu-satunya prajurit perempuan dalam kompi tersebut dan bersenjatakan golok, tombak, bahkan bambu runcing.

Baca Juga: Peringatan Hari Pahlawan 2022 Momentum Memperkokoh Persatuan, Hadapi Bencana Hingga Masalah Pangan

Baru setelah berhasil merampas senapan jenis LE dari pihak Belanda, Sin Nio memiliki senjata api. Sin Nio pernah dipindah ke bagian perawat palang merah karena banyak sekali pejuang terluka dan butuh perawatan medis. 

Hidup sebagai janda dengan enam anak di Wonosobo, hidupnya sangat berat, terlebih dalam usia yang senja.

Usai berangkat ke Jakarta untuk mengurus hak pensiunnya pada 1973, Sin Nio sempat menumpang tinggal selama sembilan bulan di Markas Besar Legiun Veteran Republik Indonesia, di Jalan Gajah Mada.

Usai tinggal menumpang, lalu Sin Nio menggelandang di ibukota di usia 60 tahun harus kehujanan dan kepanasan tanpa tempat tinggal layak. 

Baca Juga: Pasi Intel TNI Kodim 0707/Wonosobo Jadi Inspektur Upacara Hari Pahlawan di SMPN 2 Wonosobo

TAK DIPERHATIKAN

 

Setelah perjuangan panjang, pada tanggal 29 Juli 1976, Sin Nio berhasil mendapatkan pengakuan sebagai pejuang yang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Pengakuan itu tertuang di Surat Keputusan pengakuan The Sin Nio yang dikeluarkan oleh Mahkamah Militer Yogyakarta, ditandatangani oleh Kapten CKH Soetikno SH dan Lettu CKH Drs. Soehardjo.

Tetapi nahas, SK tersebut tidak diiringi dengan hak pensiun untuk Sin Nio, sehingga dirinya harus bertahan sebagai gelandangan di seputaran pintu air dekat masjid Istiqlal Jakarta.

Baca Juga: Ziarah Makam Mbah Muntaha Sosok Pahlawan Pendidikan Wonosobo, Awali Prosesi Hari Jadi ke-197

Akhirnya, beberapa tahun kemudian, uang pensiun sebesar Rp28.000 per bulan diperolehnya, namun tidak mencukupi kebutuhannya. Namun Sin Nio tak pernah lupa mengirimkan uang kepada anak cucunya di Wonosobo.

Dalam sebuah petikan di Majalah Sarinah (1984) Sin Nio menyebut lebih memilih hidup sendiri di Jakarta.

“Saya tidak mau merepotkan bangsa saya, biarlah saya hidup dan mati dalam kesendirian, karena hanya Tuhan yang mampu memeluk dan menghargai gelandangan seperti saya!” sebuah kutipan dari Majalah Sarinah yang sangat menohok dan pengingat untuk generasi ini agar lebih menghargai pahlawan dan pejuangnya.

Baca Juga: Rihanna Dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Republik Barbados, Inilah Tugas yang Diembannya

Selain itu, Sin Nio pernah dijanjikan sebuah rumah di Perumnas dari Menteri Perumahan di masa itu, Cosmas Batubara, namun diduga tidak dipenuhi hingga akhir hayatnya.

Di sisa usianya yang senja, Sin Nio menghabiskan sisa hidupnya bertahan hidup di kawasan kumuh di gubuk tanah pinggiran rel kereta api milik PJKA dekat Stasiun Juanda, Jakarta.

Meskipun hidup jauh dari kata layak, namun The Sin Nio bersikeras enggan pulang lagi ke Wonosobo. 

Baca Juga: Lirik dan Makna Lagu Gugur Bunga Karya Ismail Marzuki, Pahlawan yang Muncul di Google Doodle

Nyatanya nasib pejuang kemerdekaan tidak selalu sama, seperti mendapatkan haknya seperti jaminan pensiun hingga pengakuan dari Negara secara langsung.

Kehidupan yang cukup berat dialami oleh pejuang perempuan bernama The Sin Nio, seorang keturunan Tionghoa asal Wonosobo yang turut bertempur melawan Belanda. Sin Nio meninggal dunia dan dimakamkan di Jakarta pada tahun 1985 di usia 70 tahun.***

Editor: Agung Setio Nugroho

Sumber: Majalah Sarinah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah