Belajar Bioetika, Hal yang Sering Diangkat pada Kasus Perburuan dan Perdagangan Satwa Liar

- 21 Mei 2022, 23:00 WIB
ilustrasi perdagangan satwa liar yang dilindungi dalam perspektif bioetika
ilustrasi perdagangan satwa liar yang dilindungi dalam perspektif bioetika /KLHK

KABAR WONOSOBO SCHOLAR - Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah salah satunya yaitu satwa yang beraneka ragam jenisnya.

Karena kekayaan satwa yang melimpah tersebut, muncullah kasus-kasus seperti perdagangan satwa secara ilegal.

Perburuan dan perdagangan satwa liar di Indonesia masih marak terjadi dan dapat mengancam kelestarian satwa yang terancam punah.

Baca Juga: Tak Banyak yang Tahu, Spesies Burung yang Terancam Punah Ini Punya Kekuatan Super dan Tidak Pernah Sakit!

Salah satu faktor penyebab maraknya perdagangan satwa liar yaitu permintaan pasar yang tinggi.

Masyarakat biasanya memanfaatkan satwa liar untuk dipelihara, diambil bagian-bagian tubuh tertentu, dan untuk dikonsumsi.

Selain itu, masyarakat Indonesia yang masih kental akan mitos–mitos, menganggap bahwa mengkonsumsi bagian organ dari tubuh satwa dapat meningkatkan kekuatan tubuh, jimat atau penambah kepercayaan diri.

Baca Juga: Badan Konservasi Alam Internasional: Komodo dan 38.500 Spesies Global Terancam Punah karena Perubahan Iklim

Satwa liar yang biasanya diperdagangkan baik itu untuk dipelihara atau dimanfaatkan bagian tubuhnya antara lain burung kakatua jambul kuning, orang utan, kulit harimau sumatera, sisik dan daging trenggiling, dan gading gajah.

Satwa-satwa tersebut merupakan satwa liar yang dilindungi oleh pemerintah.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Pasal 21 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan
memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup maupun mati.

Baca Juga: Badak Putih Utara Dinyatakan Punah Satu-satunya Pejantan Mati, Tersisa 2 Badak Betina di Kenya

Peraturan mengenai perdagangan tumbuhan dan satwa liar di Indonesia juga tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 18 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar dan ketentuan dalam CITES (Convention On International Trade In Endangered Species of Wild Fauna And Flora).

CITES merupakan sebuah perjanjian internasional dimana didalamnya diatur mengenai perdagangan spesies tertentu dari flora fauna liar yakni spesies yang termasuk kategori terancam punah.

Pada peraturan pemerintah tersebut dinyatakan bahwa tumbuhan dan satwa liar yang dapat diperdagangkan adalah jenis satwa liar yang tidak dilindungi.

Baca Juga: Selamat ‘Lebaran’ Kucing! Pelajari 4 Fakta Unik Tentang Hewan yang Sering Dianggap ‘Majikan’ Manusia Ini

Tetapi masih saja terdapat oknum-oknum yang memperdagangkan satwa-satwa liar yang dilindungi.

Dilihat dari sudut pandang etika dalam kesejahteraan hewan, tidak jarang satwa tersebut mengalami kondisi yang tidak sejahtera dari masa penangkaran sampai pada proses jual beli.

Mereka diperlakukan dengan cara yang tidak baik, seperti cara penangkarannya, kondisi tempat penangkarannya, penyiksaan, dan kurangnya makanan yang diberikan.

Baca Juga: UNIK! Hewan Menggemaskan Ini Ternyata Memiliki Sidik Jari Layaknya Manusia. Ini Alasannya!

Satwa yang merupakan makhluk hidup juga berhak mendapatkan perlakukan selayaknya makhluk hidup.

Hal ini juga bertentangan dengan teori zoosentrisme dalam etika lingkungan.

Zoosentrisme memandang bahwa hewan dapat merasakan senang sehingga mereka memiliki hak merasakan senang dan tercegah dari derita.

Baca Juga: Bukan Siput, Ternyata Mamalia Asal Amerika Inilah yang Jadi Hewan Paling Lambat di Dunia

Perasaan senang dan menderita mewajibkan manusia secara moral memperlakukan hewan dengan penuh belas kasih.

Manusia terkadang memandang hewan sebagai pemenuh keuntungan ekonomi, karena pandangan tersebut menyebabkan satwa liar baik yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi terus diburu untuk diperdagangkan.

Perburuan dan perdagangan satwa liar yang tidak terkontrol juga dapat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem.

Baca Juga: Bukan Air, 3 Fenomena Hujan Aneh di Dunia Ini Justru Menurunkan Hewan seperti Sapi hingga Katak

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa makhluk hidup di bumi ini saling berhubungan timbal balik dan saling bergantung.

Penurunan populasi pada salah satu jenis satwa akan berdampak negatif pada jaring-jaring makanan dalam ekosistem tersebut dan menghambat kelancaran arus dan siklus energi.

Dampak dari ketidakseimbangan ekosistem juga dapat dirasakan oleh manusia seperti munculnya serangan hama baik dari serangga seperti belalang, maupun mamalia seperti babi hutan, tikus dan sebagainya yang merusak pertanian.

Baca Juga: Nyaris Punah, Axolotl Si Salamander Naga Air ternyata Punya Kemampuan Regenerasi Tubuh seperti X Men

Hal ini terjadi akibat hilangnya satwa pemangsa sebagai pengendali jenis-jenis satwa yang dapat menjadi hama tersebut.***

(Artikel ini merupakan hasil korespondensi dari Hellua Salsabila Raheka Putri, mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta jurusan Pendidikan Biologi yang melakukan kajian tertulis terkait Bioetika)

Editor: Agung Setio Nugroho

Sumber: Lembaga Konservasi Satwa Dalam Perspektif Perdagangan Satwa Etika Lingkungan (Teori dan Praktik Pembelajarannya) Pelestarian Satwa Langka untuk Keseimbangan Ekosistem


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah