KABAR WONOSOBO― Pemilihan umum (pemilu) presiden Korea Selatan tahun 2022 ini disebut menjadi “pertarungan” bagi para aktivis di negara Hallyu tersebut.
Dilansir oleh Kabar Wonosobo melalui laman Washington Post, isu kesenjangan gender kian memenas lewat gerakan “Anti Feminis.”
Aktivis feminis disebut kian bekerja keras ketika kampanye pemilu yang dimenangkan pengganti Moon Jae In, Yoon Suk Yeol.
Hal tersebut karena presiden terpilih Korea Selatan tersebut disebut merupakan sosok “Anti Feminis” yang menggalang dukungan termasuk menggunakan narasi tersebut.
Baca Juga: Buku Kim Ji Yeong Lahir Tahun 1982 Karya Cho Nam Joo, Gambarkan Budaya Patriarki di Korea Selatan
Pakar bahkan menyebut bahwa suara para perempuan telah ditenggelamkan oleh para laki-laki termasuk dalam ranah politik.
Korea Selatan sendiri merupakan salah satu negara dengan budaya patriarki yang masih sangat kental.
Washington Post menulis bahwa di Korea Selatan, feminis menjadi salah satu kata “terlarang” lantaran prinsip yang dianut.
“Tumbuh dewasa, kami diberi tahu bahwa rumah akan tampak menyedihkan jika kokok ayam betina lebih keras dibanding ayam jantan,” terang aktivis feminis Kim Ju Hee kepada Washington Post.