Sejarah Polwan di Indonesia 1 September 1948, Ada 6 Polwan Pertama Lahir dari Bukittinggi

- 1 September 2023, 10:57 WIB
6 Orang Polwan Pertama yang mengikuti pendidikan tahun 1948 yakni Mariana Saanin, Nelly Pauna, Rosmalina Loekman, Dahniar Sukotjo, Djasmainar, Rosnalia Taher, dari museumpolri.org.
6 Orang Polwan Pertama yang mengikuti pendidikan tahun 1948 yakni Mariana Saanin, Nelly Pauna, Rosmalina Loekman, Dahniar Sukotjo, Djasmainar, Rosnalia Taher, dari museumpolri.org. /dokumentasi museumpolri.org

KABAR WONOSOBO - Tahun 1948 menandai sejarah keberadaan Polisi Wanita atau Polwan di Indonesia. Hal itu diawali masalah yang ditemukan di masa itu yakni  terdapat kesulitan-kesulitan pada pemeriksaan korban, tersangka ataupun saksi wanita terutama pemeriksaan fisik untuk menangani sebuah kasus yang melibatkan wanita.

Jika ada pemeriksaan maka di masa itu, polisi meminta bantuan para istri polisi dan pegawai sipil wanita untuk melaksanakan tugas pemeriksaan fisik.

Selanjutnya, organisasi wanita dan organisasi wanita Islam di Bukittinggi berinisiatif mengajukan usulan kepada pemerintah agar wanita diikutsertakan dalam pendidikan kepolisian, sehingga bisa menangani masalah itu.

Kemudian, menanggapi hal itu, Cabang Djawatan Kepolisian Negara untuk Sumatera yang berkedudukan di Bukittinggi memberikan kesempatan mendidik wanita-wanita pilihan untuk menjadi polisi. Tepat pada tanggal 1 September 1948 pada akhirnya secara resmi disertakan 6 (enam) orang siswa wanita yaitu Mariana Saanin, Nelly Pauna, Rosmalina Loekman, Dahniar Sukotjo, Djasmainar, dan Rosnalia Taher.

Baca Juga: Momen Sertijab Pejabat Polres Wonosobo, Kapolres Serahkan Penghargaan untuk Waludin Penemu Balita Hilang

Mereka mengikuti pendidikan inspektur polisi bersama dengan 44 (empat puluh empat) siswa laki-laki di SPN Bukittinggi.

Maka sejak saat itu, setiap tanggal 1 September diperingati sebagai hari lahirnya polisi wanita (Polwan) di Indonesia.

Meskipun beberapa bulan kemudian, pada tanggal 19 Desember 1948 meletus agresi militer Belanda ke II yang menyebabkan pendidikan inspektur polisi di Bukittinggi dihentikan dan ditutup, pendidikan mereka berlanjut. yakni pada tahun 1950 setelah adanya pengakuan kedaulatan terhadap Indonesia, 19 Juli 1950 ke enam calon inspektur polisi wanita kembali dilatih di SPN Sukabumi.

Pendidikan ke enam calon inspektur polisi wanita itu sama dengan para siswa laki-laki yang mencakup ilmu-ilmu kemasyarakatan, pendidikan dan ilmu jiwa, pedagogi, sosiologi, psikologi, dan latihan anggar, jiu jit su, judo, serta latihan militer.

Baca Juga: Wow, 2 Anggota Polres Wonosobo ini Jago Menyanyi, Juara di Pop Singer Festival Se-Jateng DIY

Mereka berenam, akhirnya menyelesaikan studi pada 1 Mei 1951 dan mulai bertugas di Djawatan Kepolisian Negara dan Komisariat Polisi Jakarta Raya.

Tugas khusus mereka menyangkut kepolisian terkait dengan wanita, anak-anak, dan masalah-masalah sosial seperti mengusut, memberantas dan mencegah kejahatan yang dilakukan oleh atau terhadap wanita dan anak-anak.

Termasuk juga memberi bantuan kepada polisi umum dalam pengusutan dan pemeriksaan perkara terhadap terdakwa atau saksi khusus untuk memeriksa fisik kaum wanita yang tersangkut atau terdakwa dalam suatu perkara. Di masa itu mereka juga turut mengawasi dan memberantas pelacuran, perdagangan perempuan dan anak-anak.

Seiring perkembangan zaman, sejak dikeluarkan TAP MPR No. II Tahun 1960 yang menyatakan bahwa kepolisian merupakan bagian dari angkatan bersenjata, maka pada tahun 1965 pendidikan calon perwira Polwan diintegrasikan bersama calon perwira polisi pria untuk bersama-sama dididik di AAK (Akademi Angkatan Kepolisian) di Yogyakarta.

Baca Juga: Polres Wonosobo Tanam Pohon Serentak Bagian dari Program Polri Lestarikan Negeri dan Momen HUT RI Ke-78

Perekrutan Polwan di AAK hanya berjalan satu angkatan, setelah itu tidak ada lagi perekrutan untuk calon perwira Polwan di AAK. Jalur perekrutan untuk menjadi perwira Polwan adalah melalui jalur perwira karier setingkat sarjana dan sarjana muda melalui SEPAMILWA (Sekolah Perwira Militer Wajib).

Sejarah pun berlanjut yakni pada tahun 1975, Depo Pendidikan dan Latihan (Dodiklat) 007 Ciputat untuk pertama kali membuka kelas pendidikan untuk bintara Polwan.

Kemudian pada tahun 1982, Dodiklat 007 berubah namanya menjadi Pusat Pendidikan Polisi Wanita (Pusdikpolwan) Ciputat, menjadi tahun pertama bagi lembaga pendidikan yang khusus mendidik polisi wanita. Dengan adanya hal ini maka para calon Polwan sudah semakin mendapatkan perhatian masyarakat dan mulai banyak yang mendaftarkan diri.

Berlanjut pada tanggal 30 Oktober 1984, Pusdikpolwan kemudian diganti menjadi Sekolah Polisi Wanita (Sepolwan). Dengan berdirinya Sepolwan nyatanya semakin menarik minat perempuan untuk menjadi polisi.

Baca Juga: AKP Ginandra Jabat Kasatlantas Polres Wonosobo Gantikan AKP Ragil Irawan

Lambang polisi wanita mulai disahkan pada tanggal 29 November 1986 oleh Kapolri pada saat itu Jenderal Polisi Drs. Mochammad Sanoesi berasarkan Surat Keputusan No. Pol.: Skep/480/XI/1986. Di dalamnya memuat bahwa Lambang Polwan diwujudkan dalam bentuk logo bunga matahari, Tujuh helai dan empat helai bunga, Perisai dan obor, Tiga bintang emas, dan angka tahun 1948.

Sedangkan Esthi Bhakti Warapsari bermakna pengabdian putri-putri pilihan menuju kea rah tercapainya cita-cita luhur yaitu terciptanya masyarakat Tata Tentram Kerta Raharja kepada negara dan bangsa.

Polwan pertama yang menjabat sebagai Kapolsek Pasar Kliwon, Solo adalahLettu Pol. Dwi Gusiyati pada tahun 1987. Disusul Brigadir Jenderal Polisi Jeanne Mandagi, S.H. merupakan Polwan pertama yang mendapat pangkat Jenderal bintang satu pada tahun 1991.

Untuk memperingati kelahiran Polwan di Indonesia, juga dibangun monumen Polwan di Bukittinggi, Sumatera Barat dan diresmikan Kapolri pada saat itu Jenderal Polisi Drs. Banoeroesman Astrosemitro pada 27 April 1993.***

Editor: Erwin Abdillah

Sumber: museumpolri.org


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x