Urutan Prosesi Upacara Pernikahan Adat Jawa dan Filosofinya yang Sarat Nilai Luhur

8 November 2023, 20:46 WIB
Ilustrasi pernikahan adat Jawa /Zahra Zaida/Pinterest

KABAR WONOSOBO - Pernikahan adat Jawa merupakan salah satu prosesi pernikahan yang sering dipakai di Indonesia. Seringnya mengusung pernikahan adat Jawa dikarenakan memiliki filosofi-filosofi yang mencerminkan nilai-nilai luhur di dalamnya. Walaupun begitu, pernikahan adat Jawa terkenal dengan prosesinya yang panjang.

Berikut adalah urutan prosesi yang dilakukan saat menggunakan pernikahan adat Jawa beserta filosofinya.

1. Kembar mayang atau sekar mayang

Kembar mayang atau sekar mayang adalah salah satu perlengkapan untuk yang digunakan dalam sebuah pernikahan adat Jawa. Kembang mayang memiliki bentuk tertentu yang indah, dan dibuat oleh seorang ahli atau orang yang sudah tua, namun terkadang ada juga para wanita mua (rewang) yang membantu dalam pembuatan kembar mayang atau sekar mayang.

Kembar mayang sendiri mengandung makna mengantarkan seseorang pada kehidupan baru di masyarakat. Selain itu, juga mengandung harapan untuk orang yang bersangkutan agar dapat berbakti dan berdharma terhadap masyarakat ataupun lingkungan sekitarnya.

Baca Juga: Intip Nama Kostum di Wonosobo Night Fashion Carnival 2023 yang Bertema Budaya, Wisata Hingga Kuliner

2. Nyantri

Nyantri dalam adat upacara pernikahan yaitu seorang calon pengantin pria yang diharuskan datang dan bermalam di rumah calon mertua. Adat tersebut dilakukan pada waktu prosesi midodareni, satu hari sebelum acara pernikahan dan panggih.

Dalam prosesi nyantri tersebut, pengantin pria diharuskan untuk mengenakan pakaian kesatria yang terdiri dari jarik (kain panjang), jas takwa, ikat kepala jebehan dan memakai sumping berlian. Namun, pada saat ini calon pengantin hanya perlu menggunakan pantolan dan jas lengkap saja.

3. Midodareni

Midodareni merupakan salah satu rangkaian peristiwa pernikahan dalam adat jawa. Prosesi ini dilakukan pada malam hari atau satu hari menjelang acara panggih (temu pengantin). Midodareni sendiri memiliki kata dasar widadari atau bidadari, dimana menurut kepercayaan masyarakat jawa, pada saat prosesi midodareni tersebut akan datang banyak bidadari yang akan mendoakan calon pengantin wanita.

Baca Juga: Puncak Marrystone Culture Carnival 2023 Berlangsung Meriah, Warga Selokromo Tampilkan Ragam Budaya Indonesia

4. Ijab atau Akad Nikah

Prosesi selanjutnya adalah ijab atau akad nikah. Ijab sendiri merupakan prosesi dimana kedua calon pengantin akan mengucapkan ikrar kepada Tuhan, dan disaksikan oleh masyarakat umum, pejabat berwenang, orang tua dan saudara-saudara calon pengantin.

5. Panggihing Penganten

Panggihing penganten merupakan prosesi lanjutan dari upacara pernikahan adat jawa. Upacara panggihing penganten sendiri merupakan prosesi bertemunya pengantin pria dan pengantin wanita, oleh karena itu prosesi tersebut hanya boleh dilakukan setelah pembacaan ijab atau akad nikah.

Panggihing pengantin dipercaya memiliki filosofi yang kental dengan nilai-nilai kearifan lokal, mencerminkan hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, alam dan sesama manusia.

Baca Juga: Bedhol Kedhaton dan Jagong Budaya di Plobangan, Mengenang Pusat Pemerintahan Wonosobo Sebelum Dipindah

6. Balangan Gantal

Setelah itu prosesi dilanjutkan dengan prosesi balangan gantal. Gantal adalah gulungan daun sirih yang diikat dengan benang lawe. Dalam prosesi tersebut, para pengantin diminta untuk melemparkan gantal secara bergantian sebanyak empat kali yang diiringi oleh musik gamelan ladrang pengantin. Balang gantal sendiri melembangkan pertemuan cinta antara dua mempelai.

7. Mijiki

Mijiki merupakan prosesi dimana pengantin wanita akan membasuh kaki pengantin pria sebanyak tiga kali. Upacara ini melambangkan kesetiaan seorang istri terhadap suaminya.

8. Mecah Tigan

Mecah tigan merupakan upacara dimana pengantin pria akan menginjak sebuah telur. Upacara tersebut melambangkan bahwa pengantin pria sudah mempersiapkan secara matang untuk kedepannya bersama sang istri. Selain itu juga mecah tigan memiliki simbol benih kehidupan atau reproduksi simbolik.***

Editor: Agung Setio Nugroho

Sumber: budaya.jogjaprov.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler