KABAR WONOSOBO - Tema mengenai bullying sudah menjadi topik yang umum diangkat dalam drama Korea, tak terkecuali The Glory.
Berbeda dari drama korea lainnya, The Glory dinilai menampilkan bullying yang lebih grafis dan membuat penontonnya tidak habis pikir.
Nahasnya, adegan bullying yang ditampilkan dalam serial The Glory dikabarkan terinspirasi dari kisah nyata yang pernah dialami oleh seorang siswi di Korea Selatan yang dilukai menggunakan alat pencatok rambut.
Baca Juga: Penjelasan The Glory Part 2, Begini Cara Moon Dong Eun Balas Dendam pada Ibunya
Banyaknya topik kekerasan dan bullying di sekolah yang diangkat dalam drama Korea menambah pelik stereotype perundungan di Korea Selatan.
Kasus Bullying di Korea Selatan
Berdasarkan World Population Review, Korea Selatan menempati peringkat 4 negara paling banyak kasus bunuh diri di tahun 2019.
Salah satu penyebab bunuh diri tersebut tidak lain disebabkan oleh perundungan atau bullying di sekolah.
Baca Juga: Penjelasan The Glory Season 2, Cara Moon Dong Eun Membunuh Suami Kang Hyeon Nam
Jumlah kasus bullying yang dilaporkan di Korea Selatan pun semakin tahun mengalami tren kenaikan.
Data Kementerian Pendidikan Korea Selatan tahun 2013 menyebut bahwa ada sebanyak 11.749 laporan kasus bullying di sekolah.
Tidak cukup sampai di situ, jumlah tersebut bertambah hingga lebih dari dua kali lipat mencapai angka 31.130 kasus pada 2019.
Baca Juga: Penjelasan The Glory Season 2, Begini Cara Joo Yeo Jeong Balas Dendam pada Pembunuh Ayahnya
Pelaku Tidak Mendapat Hukuman
Dilansir dari channel Youtube Sepulang Sekolah, data dari Southern Early Childhood Association menyebut bahwa hanya 20 persen pelaku bullying yang mendapat hukuman.
Selebihnya tidak mendapat hukuman dan melanjutkan hidup dengan normal tanpa dibebani tanggung jawab terhadap korban.
Kalaupun para pelaku mendapat hukuman, sanksi yang diberikan tidak terlalu memberatkan tersangka.
Baca Juga: Kapan The Glory Season 2 Tayang? Aksi Balas Dendam Moon Dong Eun dan Joo Yeo Jeong Belum Berakhir
Terdapat 9 klasifikasi hukuman untuk pelaku bullying. Hukuman untuk level terendah hanya diminta untuk menulis, sedangkan hukuman terberat adalah dikeluarkan dari sekolah.
Faktor usia pelaku bullying di sekolah yang rata-rata masih berusia 14 tahun juga membuat mereka tidak bisa ditindak secara hukum karena dianggap masih di bawah umur.
Tidak seperti pelaku yang tidak dihukum berat, korban bullying justru harus menerima dampak buruk akibat perlakuan yang ia terima.
Baca Juga: Sinopsis Drakor The Glory Season 2 Episode 9. Perselingkuhan Yeon Jin Mulai Diketahui Do Young?
Berdasarkan data dari Southkoreaneducation.info, setiap tahunnya, terdapat 14 persen siswa Korea Selatan yang berpikir untuk mengakhiri hidup, dan 7 persen di antaranya telah melakukan percobaan bunuh diri.
Penyebab Maraknya Bullying di Korea Selatan
-
Korban tidak berani mengaku
Kebanyakan korban bullying enggan untuk membicarakan masalah yang ia hadapi di sekolah dengan orang lain.
Akibatnya jumlah kasus bullying di Korea Selatan selayaknya fenomena gunung es, karena tidak semua kasus dilaporkan.
-
Saksi mata memilih untuk diam
Salah satu penyebab korban tidak mau mengakui kondisinya adalah karena lingkungan yang tidak mendukungnya.
Siswa lain yang menyaksikan perundungan di sekolah memilih untuk diam karena enggan ikut campur atau takut akan menjadi target berikutnya.
-
Pihak sekolah tidak mau terlibat
Tindakan bullying seringkali dianggap sebagai perilaku anak-anak atau remaja yang wajar terjadi di usia muda.
Sehingga pihak sekolah seringkali abai dalam menangani kasus bullying yang terjadi di institusi pendidikannya.
-
Peraturan yang tidak memberikan efek
Berdasarkan peraturan di Korea Selatan, semua riwayat kejahatan yang dilakukan di sekolah akan dihapus setelah 2 tahun siswa lulus dari sekolah.
Alasannya agar pelaku dapat memulai kembali hidup mereka tanpa dibayangi oleh perilaku mereka di masa lalu.
Baca Juga: AWAS Spoiler! Ini Akhir Kisah Cinta Ha Do Young dan Dong Eun di Episode Terakhir The Glory Season 2
-
Tuntutan akademik yang berat
Sistem pendidikan di Korea Selatan terkenal dengan jam belajar dan persaingannya yang ketat.
Tekanan dari persaingan dan beban akademik yang dirasakan siswa seringkali ditumpahkan dengan cara merundung siswa lain yang dirasa lebih lemah. ***