Hasil Penelitian Mahasiswa UGM Tunjukkan Santet Awalnya Hal Positif

- 24 September 2021, 08:19 WIB
Ilustrasi pedukunan.
Ilustrasi pedukunan. /tangkapan layar Youtube @Rendi Treviana

KABAR WONOSOBO - Bagi sebagian masyarakat saat ini, santet dianggap sesuatu yang buruk. Santet dipahami sebagai ritual untuk melakukan hal jahat pada seseorang yang tidak disukai.

Tidak jarang di Indonesia terjadi kasus tuduhan pada seseorang dianggap sebagai dukun santet yang berakhir dengan main hakim.

Pada November 2019 lalu, seorang warga di Lumajang dibunuh karena isu tuduhan sebagai dukun santet. Padahal isu tersebut tidak dapat dibuktikan kebenarannya.

Baca Juga: Pahami Gejala Stroke lewat Metode FAST Alias Face Arm Speech Time

Penelitian tim mahasiswa Universitas Gadjah Mada menunjukkan santet bukanlah sesuatu yang buruk di masa lalu. Penelitian menunjukkan bukti-bukti bahwa santet memiliki nilai positif atau baik.

Penelitian ini dilakukan dengan bimbingan Dr. Agung Wicaksono, MA (Dosen Antropologi Budaya UGM) dengan didasari fenomena beragamnya persepsi masyarakat mengenai santet.

Tim peneliti yang beranggotakan Izza (Arkeologi 2019), Derry (Bahasa dan Sastra Indonesia 2019), Ana (Arkeologi 2019), Syibly (Psikologi 2018), dan Fadli (Sastra Jawa 2018) melakukan penelitian terkait bagaimana santet dipahami di masyarakat dan bagaimana pemahaman tersebut berubah dari sesuatu yang memiliki nilai positif menuju hal yang sepenuhnya negatif.

Baca Juga: Ketahui Apa Itu Nikah Siri dan Dampak Buruknya bagi Perempuan

Izza mengatakan, pemahaman masyarakat Indonesia secara umum hanya simpang siur tanpa ada bukti valid. Minimnya pengetahuan tanpa bukti valid, akan membentuk beragam persepsi masyarakat.

"Mayoritas persepsi tersebut menilai santet sebagai suatu hal yang negatif dan sudah selayaknya ditinggalkan. Persepsi tanpa dasar semacam ini kerap melahirkan reaksi tanpa argumen dan hanya berdasar sentimen belaka,” terang Izza pada Kamis, 16 September 2021.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan santet dengan segala ruang praktik dan nalar positif dalam masyarakat Jawa terekam dalam peninggalan-peninggalan tekstual seperti manuskrip dan aktivitas manusia pada waktu itu. 

Baca Juga: Mengenal Insomnia Karena Stres dan Cara Mengatasinya

Secara tekstual kata santet tidak ditemukan dalam manuskrip. Kata yang memiliki hubungan erat dengan santet adalah kata sathet (dalam Serat Wedhasatmaka tahun 1905) yang berarti ‘jenis pesona dengan menggambar’.

Secara tekstual kata santet tidak terdapat dalam beberapa manuskrip sebagai objek kajian data. 

Namun santet dalam kasusastran Jawa santet merupakan akronim dari mesisan kanthet dan mesisan benthet. 

Pada wawancara dengan Perdunu (Persatuan Dukun Nusantara), masyarakat Jawa khusunya Banyuwangi terungkap bahwa sifat dari santet adalah membuat sesuatu menjadi rekat sekalian (mesisan kanthet) ataukah justru sebaliknya yaitu membuat sesuatu menjadi retak atau pecah sekalian (mesisan benthet). 

Baca Juga: Asteroid Berdiameter 6 Kali Patung Liberty Diperkirakan Akan Melintas Dekat dengan Bumi

Santet dalam nalar orang Jawa pada waktu itu memuat dua paradigma nilai yakni nilai positif atau kebaikan yang tergambarkan melalui piranti-piranti dan konsep yang membingkai santet menjadi positif serta paradigma nilai santet yang negatif akibat penyalahgunaan santet tersebut.

Nilai positif santet secara nyata, dibuktikan dalam penggunaanya dalam aktivitas keseharian masyarakat Madura untuk menangkap ikan, memanggil hujan, menyembuhkan sakit, dan sebagainya. 

Bentuk-bentuk praktik tersebut merupakan bentuk santet yang bermanfaat bagi pelaku dan lingkungan di sekitarnya tanpa merusak dan melukai siapapun. 

Baca Juga: Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Tisu Basah yang Kerap Dianggap Praktis

Nilai positif santet ini hidup karena adanya piranti santet yang positif (mantra, dukun dan perlengkapan sajian).

“Seperti tersebut di atas bahwa santet memiliki konsep nilai positif dan negatif. Akibat perlakuan yang tidak sebagaimana mestinya santet menjadi disalahgunakan,” ucap Izza.

Penelitian ini mencoba mengangkat kembali konsep nilai positif santet yang sudah mengalami pergeseran dan marginalisasi di era modern sekarang ini. 

Patut kiranya santet dipandang sebagai kekayaan intelektual bangsa yang perlu kita pahami dengan arif dan bijaksana sehingga tidak ada lagi marginalisasi antar budaya.***

Editor: Arum Novitasari

Sumber: ugm.ac.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x