Satwa-satwa tersebut merupakan satwa liar yang dilindungi oleh pemerintah.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Pasal 21 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan
memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup maupun mati.
Baca Juga: Badak Putih Utara Dinyatakan Punah Satu-satunya Pejantan Mati, Tersisa 2 Badak Betina di Kenya
Peraturan mengenai perdagangan tumbuhan dan satwa liar di Indonesia juga tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 18 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar dan ketentuan dalam CITES (Convention On International Trade In Endangered Species of Wild Fauna And Flora).
CITES merupakan sebuah perjanjian internasional dimana didalamnya diatur mengenai perdagangan spesies tertentu dari flora fauna liar yakni spesies yang termasuk kategori terancam punah.
Pada peraturan pemerintah tersebut dinyatakan bahwa tumbuhan dan satwa liar yang dapat diperdagangkan adalah jenis satwa liar yang tidak dilindungi.
Tetapi masih saja terdapat oknum-oknum yang memperdagangkan satwa-satwa liar yang dilindungi.
Dilihat dari sudut pandang etika dalam kesejahteraan hewan, tidak jarang satwa tersebut mengalami kondisi yang tidak sejahtera dari masa penangkaran sampai pada proses jual beli.
Mereka diperlakukan dengan cara yang tidak baik, seperti cara penangkarannya, kondisi tempat penangkarannya, penyiksaan, dan kurangnya makanan yang diberikan.