Tanggapan Lembaga Sensor Soal Film Ice Cold: Dokumenter Tidak Bisa Dijadikan Fakta Publik

15 Oktober 2023, 13:03 WIB
Lembaga sensor tanggapi film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso. /Netflix/

KABAR WONOSOBO - Seiring dengan viralnya kembali kasus kopi sianida akibat pemutaran film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso, Lembaga Sensor Film Republik Indonesia (LSF RI) turut memberikan komentar. Ketua LSF RI, Rommy Fibri turut merespon kontroversi yang terjadi di masyarakat setelah dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso ditayangkan di Netflix.

Dilansir oleh tim redaksi Kabar Wonosobo melalui laman Pikiran Rakyat Depok, Rommy Fibri selaku ketua LSF RI, menyebut bahwa film Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso tidak bisa digunakan sebagai panduan hukum. Menurutnya, film dokumenter Rob Sixsmith tersebut hanya memuat rekaman sidang, dan bukan fakta hukum. 

"Sebuah film tidak boleh dijadikan sebagai panduan dalam suatu kasus hukum. Film tidak secara otomatis bersinggungan dengan proses hukum, karena adegan dalam film adalah versi dari pembuatnya,” ungkap Rommy. 

"Menonton film tidak boleh diartikan sebagai fakta hukum, walau terdapat sejumlah rekaman persidangan. Ini disebabkan oleh fakta bahwa rekaman persidangan merupakan materi publik, namun fakta hukum memiliki alur cerita tersendiri," lanjutnya. 

Baca Juga: Kenapa Arief Soemarko Tidak Muncul di Film Dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso?

Setelah film dokumenter yang membahas kasus kopi sianida yang telah berakhir tujuh tahun silam tersebut, warganet ramai berasumsi bahwa Jessica Wongso tidak bersalah atas kasus terbunuhnya Mirna Salihin. Bahkan tagar Justice for Jessica ramai digunakan di akun Twitter sebagai bentuk dukungan pada Jessica Wongso yang kini tengah menjalani hukuman kurungannya di Rutan Pondok Bambu Jakarta. 

Menurut Rommy, film Ice Cold hanya bisa dianggap sebagai catatan dan bukan jurnalisme investigatif yang mampu membawa perspektif baru atau fakta tambahan. "Kasus hukum hanya dapat dibuka kembali apabila ada temuan fakta baru," ujar mantan wartawan Majalah Tempo tersebut. 

Ketua LSF RI juga menjelaskan bahwa dalam film, sutradara memiliki kebebasan untuk menghadirkan interpretasi versinya sendiri. Hal yang sama berlaku untuk para narasumber yang memiliki sudut pandang masing-masing.

Baca Juga: Shandy Handika Beri Klarifikasi Soal Pernyataannya yang Kontroversial di Dokumenter Ice Cold

Tidak Menghadirkan Fakta Baru

Tidak hanya Rommy Fibri, pakar hukum pidana UGM, Edward Omar Sharif Hiariej juga menyebut bahwa dokumenter Ice Cold tidak menyajikan bukti dan fakta baru. 

“Seharusnya kalau orang paham hukum, film dokumenter seperti itu tidak lagi membahas kejanggalan, karena kita di Fakultas Hukum itu diajarkan postulat Res Judicata Pro Veritate Habetur, artinya putusan hukum pengadilan itu harus dianggap benar dan dihormati. Jadi sudah tidak ada lagi perdebatan,” ujar Guru Besar Fakultas Hukum UGM tersebut, dikutip Kabar Wonosobo dari Youtube Curhat Bang Denny Sumargo. 

Baca Juga: Merasa Ditipu, Edi Darmawan Salihin Sebut Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso adalah Sampah

Menurutnya, film dokumenter tersebut tidak bisa dijadikan acuan dan alasan agar kasus Jessica Wongso bisa dibuka kembali. Menurut pria yang akrab disapa Prof. Eddy tersebut, Peninjauan Kembali hanya bisa diajukan dengan menunjukkan bukti baru dan bukan melalui petisi maupun rumor yang dibangun. ***

Editor: Khaerul Amanah

Sumber: Pikiran Rakyat Depok

Tags

Terkini

Terpopuler