KABAR WONOSOBO – Kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Palestina sepertinya susah untuk bertahan lama.
Jumat, 21 Mei 2021 setelah beberapa jam menikmati kedamaian gencatan senjata, israel dan Palestina kembali bentrok.
Kali ini ketegangan antara rival abadi itu kembali terjadi di Yerusalem Timur.
Bentrokan terjadi karena polisi Israel menyerbu kompleks Masjid Al Aqsa di daerah Kota Tua Yerusalem dan menembakkan gas air mata ke arah warga Palestina yang baru selesai melakukan salat Jumat.
Menurut saksi mata yang berada di lokasi kejadian, saat itu memang banyak warga Palestina yang tinggal di tempat tersebut untuk merayakan gencatan senjata antara Israel dan Hamas Palestina di Gaza.
Kabar tersebut dikutip Kabar Wonosobo dari informasi yang disampaikan oleh Imran Khan, reporter Al Jazeera yang melaporkan dari Yerusalem Timur yang diduduki.
Baca Juga: Politisi Amerika Serikat, AOC Setujui Resolusi Untuk Setop Penjualan Senjata Kepada Israel
"Mereka bernyanyi dan berteriak ketika kontingen polisi Israel masuk ke sebelah kompleks masuk ke kompleks dan mulai menggunakan tindakan pengendalian massa yang mereka gunakan sepanjang waktu, termasuk granat kejut, bom asap dan gas air mata," kata Imran.
"Mereka mulai menembaki kerumunan itu dalam upaya untuk mencoba dan membubarkan mereka," imbuh Imran.
Ketegangan yang terjadi Jumat siang tersebut sangat miris mengingat gencatan senjata antara Israel dan Palestina yang difasilitasi oleh Mesir baru saja berlaku pada dini hari di hari yang sama, yang berarti baru beberapa jam keduanya berdamai.
Baca Juga: Gigi Hadid Mengecam Kejahatan Israel pada Palestina, Siap Pasang Badan sebagai Keturunan Palestina
Padahal baru saja keluarga-keluarga Palestina yang bersembunyi mulai kembali ke rumah-rumah yang hancur di Gaza.
Ribuan warga Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat juga baru saja turun ke jalan, mengibarkan bendera Palestina dan tanda “V” yang berarti victory atau kemenangan untuk merayakan gencatan senjata dengan Israel.
Sayangnya gencatan senjata tak berlangsung lama, warga sipil Palestina dan Israel kembali diseret ke dalam rasa ketakutan akan timbulnya perang yang lebih besar.***