MIRIS! Cerita Penyintas Kasus Kekerasan Seksual di UNRI, Ditertawakan hingga Dibujuk Tak Perpanjang Kasus

- 13 November 2021, 15:31 WIB
Ilustrasi pelecehan seksual, foto diambil dari laman
Ilustrasi pelecehan seksual, foto diambil dari laman /Freepik

KABAR WONOSOBO ― Kasus pelecehan seksual yang terjadi di Universitas Riau (UNRI) memang menjadi perhatian publik belakangan ini.

Mata Najwa, sebuah acara talk show yang dipandu oleh presenter Najwa Shihab pada 10 November 2021 lalu juga membahas mengenai kasus pelecehan seksual tersebut.

Hadir dalam forum diskusi yang juga dihadiri oleh Nadiem Makarim, Rian Sibarani selaku pengacara penyintas pelecehan seksual di UNRI turut berbicara.

Baca Juga: Kecam Kasus Pelecehan Seksual di Gereja Katolik Prancis, Paus Fransiskus: Memalukan!

Rian Sibarani yang merupakan pengacara publik untuk LBH Pekanbaru membeberkan mengenai tindakan yang dilakukan penyintas setelah mendapatkan tindak asusila tersebut.

Penyintas dikabarkan pertama kali berbicara mengenai tindak asusila yang diduga dilakukan oleh dosen bimbingan tugas akhirnya tersebut kepada keluarga dan kerabat.

Sebelum lantas keesokan harinya menghubungi sekretaris jurusan untuk meminta bertemu ketua jurusan agar dosen pembimbingnya diganti.

Baca Juga: Buntut Kasus Pelecehan Seksual Kris Wu dan Alibaba, Atensi Publik atas Gerakan #MeToo di China Meningkat

Namun, Rian sendiri mengakui bahwa kliennya tersebut tidak mendapatkan sambutan positif mengenai upaya untuk membebaskan diri dari terduga pelaku.

Pertemuan tersebut dilakukan oleh penyintas pelecehan seksual bersama dengan sepupu yang dilakukan sehari setelah kejadian tersebut terjadi.

Sayangnya, ketua jurusan yang seharusnya memberi tindakan tegas, justru tidak melakukan apapun.

Baca Juga: BOCOR! Sebuah Video Ungkap Maraknya Penyiksaan dan Kekerasan Seksual Narapidana di Penjara Rusia

Lebih malang lagi bahwa pihak yang seharusnya melindungi penyintas dari terduga pelaku pelecehan seksual justru tidak mendapatkan tanggapan serius.

“Bahkan dalam pertemuan tersebut, ketua jurusan dan sekretaris jurusan justru menertawakan korban karena ada bahasa yang justru menyudutkan penyintas,” aku Rian seperti dilansir oleh Kabar Wonosobo melalui kanal Youtube Najwa Shihab.

Kasus pelecehan seksual di UNRI yang melibatkan sosok dosen sebagai terduga pelaku tersebut menjadi lembaran hitam baru kasus kekerasan seksual di Indonesia.

Baca Juga: TAK WARAS! Pria Ini Perkosa Putri Kandungnya Sendiri dan Paksa Putranya Berhubungan Seksual dengan Ibunya

Terutama dari adanya upaya intimidatif yang justru diberikan pihak lain kepada penyintas.

Rian Sibarani turut mengakui bahwa penyintas juga mendapatkan ancaman serupa, seperti tuntutan untuk tidak melanjutkan kasus.

Lebih lanjut, Rian juga menyatakan bahwa ketua jurusan justru tidak fokus terhadap kasus kekerasan seksual yang dihadapi korban.

Baca Juga: Disebut Kasus Kejahatan Seksual Terbesar di Inggris, Cerita Reynhard Sinaga akan Diangkat jadi Film Dokumenter

“Ketua jurusan mempertanyakan kehadiran penyintas tidak membawakan SK Pembimbing,” sambungnya.

“Seolah-olah menyalahkan bimbingan dan tidak fokus terhadap kasus kekerasan seksualnya,” pungkas Rian.

Kasus pelecehan seksual yang terjadi di UNRI sendiri memang bukan satu-satunya kasus yang terjadi di Indonesia, terutama di lingkungan kampus atau pendidikan tinggi.

Baca Juga: SBS 'All The Butlers' Dikecam Dianggap Gunakan Ekspresi yang Menjadikan Wanita Sebagai Objek Seksual

Nadiem Makarim selaku Mendikbudristek (Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) menyatakan melalui forum yang sama bahwa kemdikbud telah melakukan survei tahun 2020 lalu.

“Kita melakukan survei sendiri tahun 2020 bahwa 77% dari dosen yang disurvei menyatakan bahwa kekerasan seksual pernah terjadi di kampus,” ungkap Nadiem Makarim.

“Dan, 63% dari 77% tersebut tidak melaporkan,” sambungnya.

Baca Juga: Ayo Perangi Kekerasan Seksual! Ini Cara Edit Twibbon Dukung Permen PPKS

Nadiem Makarim mengungkapkan bahwa alasan kasus pelecehan seksual banyak yang tidak dilaporkan setidaknya dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Seperti stigma yang telah diasosiasikan terhadap korban, berubahnya korban menjadi pelaku, risiko ketika melaporkan, juga tuduhan dari masyarakat hingga victim blaming.***

 

Editor: Agung Setio Nugroho

Sumber: YouTube


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x