Pada Pasal 3 menyebutkan jika pencegahan dan penanganan kekerasan di kampus dilaksanakan dengan prinsip pada
"kepentingan terbaik bagi Korban; keadilan dan kesetaraan gender; kesetaraan hak dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas; akuntabilitas; independen; kehati-hatian; konsisten; dan jaminan ketidakberulangan"
Sementara yang menjadi kontroversi berada di Pasal 5 Permendikbud tersebut yang menyoal definisi luas kekerasan seksual yang berbunyi.
Baca Juga: Viral Pengakuan Mahasiswi Unsri Dilecehkan Dosen Saat Bimbingan Skripsi
(1) Kekerasan Seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.
(2) Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban;
- memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;
- menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada Korban;
- menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;
e.mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban;
- mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
- mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
- menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
- mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;
- membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban;
- memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
- menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban;
- membuka pakaian Korban tanpa persetujuan korban;
- memaksa Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
- mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual;
Sementara yang menjadi kontroversi tentang persetujuan korban pada Pasal 5 (ayat 3) berbunyi:
"Persetujuan Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m, dianggap tidak sah dalam hal Korban:
- memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya;
- mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;
- mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;
- memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;
- mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/atau
- mengalami kondisi terguncang."