Syeikh Quthbuddin, Ulama Asal Iran yang Makamnya Dikelilingi Reruntuhan Candi di Wonosobo

15 Oktober 2023, 22:15 WIB
Makam Syeikh Quthbuddin di desa Candirejo Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah dengan bebatuan Candi berserakan. /Kabar Wonosobo

KABAR WONOSOBO - Ada sebuah tempat unik, tepatnya sebuah makam di desa Candirejo Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah dan hingga kini ramai dikunjungi banyak peziarah dari luar kota. Di sana terdapat sebuah makam kuno yang dikelilingi batuan seperti reruntuhan candi di sebuah komplek makam yang cukup besar.

Di makam tersebut bersemayam jasad seorang tokoh pembawa alirah Tarekat Naqsbandiyah yang datang kali pertama di tanah Jawa dan bernama Syeikh Quthbuddin, atau Abdullah Qothbuddin.

Semula, sebelum ditemukan oleh Gus DUr atau KH Abdurrahman Wahid, mantan Presiden Indonesia, warga menyebut bahwa makam itu adalah makam orang sakti dan diselubungi sebuah pohon besar dan di tengah pohon itu ada rongga dan ada makam.

Singkat cerita, sejak dikunjungi Gus Dur, makam Syekh Abdullah Qutbudin mulai ramai peziarah dari berbagai daerah. Menurut cerita ulama terkenal di Wonosobo, KH Chabibullah Idris, penemuan makam cukup ajaib ceritanya. Mengingat waktu itu Gus Dur di tahun 1994 meminta dirinya untuk menemani mencari makam Syekh Abdullah Qutbudin yang menurut petunjuknya berada di daerah Candi.

Baca Juga: Ziarah Makam Mbah Muntaha Sosok Pahlawan Pendidikan Wonosobo, Awali Prosesi Hari Jadi ke-197

Tentang keberadaan makam itu, sebelumnya tidak diketahui oleh warga dan siapa yang dikuburkan di makam tersebut juga hanya disebut orang sakti. Sampai akhirnya pada tahun 1994, Gus Dur yang belum menjabat presiden datang ke Desa Candirejo mengunjungi makam pada dini hari di tengah kegelapan dan akhirnya menemukan makam itu.

Syeikh Quthbuddin diyakini sebagai seorang Sayyid keturunan marga Alawiyin bin Yahya dari Semarang Barat dan merupakan seorang keturunan dari Dataran Timur Tengah, yakni Iran.

Menurut riwayat yang diceritakan warga dan beberapa narasumber di Wonosobo, Syeikh Quthbuddin datang pertama kali ke wilayah Nusantara, tepatnya di tanah Jawa dengan membawa bendera Tariqat Naqsabandiyyah.

Mengutip dari buku Ensiklopedia Wonosobo, Masa hidup Syeikh Quthbuddin adalah pada masa kerajaan Mataram, tepatnya ketika Mataram terpecah dengan adanya perjanjian Giyanti 1755 M.

Baca Juga: Ziarah ke KRT Setjonegoro di Payaman Magelang, Kenang Pendiri Wonosobo di Momen Hari Jadi 198

Pada saat itu, kerajaan Mataram yang legitimasinya sebagai pelindung agama sekaligus para ulama telah mengalami perpecahan. Syeikh Qutbuddin berlari
mencari persembunyian sekaligus berdakwah dengan tanpa terbebani tekanan, terutama dari pihak Belanda dan juga Pakubuwana III.

Tujuan dari pemberontakan yang dilakukan para ulama adalah sebagai bentuk perlawanan terhadap VOC (Belanda) yang mereka anggap telah banyak melakukan
intervensi terhadap pihak Keraton.

Bahkan pada saat itu Syaikh Al- Palimbani yang berada di Makkah menulis surat
untuk para ulama yang ada di Tanah Jawa yang mengakibatkan terbunuhnya pembawa surat.

Abdul Qadir alias Qutbuddin melakukan pemberontakan di wilayah Semarang Barat tempat mereka tinggal. Keberhasilan Qutbuddin melakukan perlawan tidak lepas dari dukungan para elit Keraton seperti halnya Hamengkubuwono I.

Baca Juga: Trah HB II Hadiri Tradisi Tenongan Laku Sikramat Dusun Pagerotan Pagerejo, Kenang Tempat Lahir Leluhur

Akan tetapi, putra-putrinya terbunuh oleh prajurit Pakubuwana III. Abdul Qadir sendiri menghilang dan sembunyi di pegunungan Dieng (Wonosobo).

Baik oleh VOC maupun oleh prajurit Pakubuwan III tidak dapat diketahui tempat persembunyiannya, kecuali oleh para muridmuridnya yang tersebar di sekitar Ungaran dan Batang yang menamakan dirinya Tholabuddin, merekalah yang mengetahui makamnya di Desa Candirejo Wonosobo.

Saat ini, komplek makam Syeikh Quthbuddin telah dipugar sejak era bupati Kholiq Arief dan keberadaannya dikenal luas hingga ke berbagai wilayah. Keunikan makam itu adalah letaknya yang cukup jauh dari desa Candirejo juga adanya bebatuan yang disebut bekas candi yang ada di sekitar makam tersebut.***

Editor: Erwin Abdillah

Sumber: Ensiklopedia Wonosobo Kebudayaan

Tags

Terkini

Terpopuler