Dilansir oleh Kabar Wonosobo melalui laman Kemdikbud, Imlek di era Orde Baru yang berada di bawah pimpinan Presiden Soeharto hanya boleh dirayakan oleh keluarga Tionghoa di rumah mereka secara tertutup.
Pada masa itu, selepas terbit Supersemar dan dilantiknya Soeharto menjadi presiden, dikeluarkanlah Inpres nomor 14 tahun 1967 terkait Agama Kepercayaan dan Adat Istiadat China.
Baca Juga: KOMBINASI CINTA DAN KEBERUNTUNGAN! Inspirasi 3 Kado Unik dan Bermakna Untuk Imlek dan Valentine
Inti dari isi Inpres tersebut adalah Imlek harus dilaksanakan secara internal dalam hubungan keluarga Tionghoa. Imbasnya, kegiatan terkait tradisi Tionghoa dan perayaan Imlek tidak dilakukan secara umum maupun besar-besaran cukup dalam lingkungan internal keluarga.
Tak hanya Imlek, pelarangan juga mencakup tradisi Cap Go Meh yang dilarang hingga pemutaran lagu-lagu yang berbau Imlek di radio. Namun, dalam pelarangan tersebut, etnis Tionghoa dalam merayakan Imlek secara tertutup tetap dapat dijalankan.
Pembatasan perayaan Imlek kemudian mulai melonggar pasca reformasi yang kemudian Indonesia dipimpin oleh Presiden BJ Habibie.
Baca Juga: Profil Tersangka Penembakan Massal di Malam Imlek California, Belum Pernah Terlibat Aksi Pembunuhan
Puncaknya, semasa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pada tanggal 17 Januari 2000 dikeluarkan Inpres nomor 6 tahun 2000 yang isinya tentang pencabutan Inpres nomor 14 tahun 1967.
Gus Dur merupakan sosok yang membuat masyarakat Tionghoa di Indonesia dapat melaksanakan Imlek dengan leluasa.
Tidak hanya itu, pengaruh Gus Dur juga membuat Imlek menjadi libur nasional dan warga Tionghoa dapat merayakannya dengan terang-terangan.***