Luka dan bisa kubawa berlari, berlari
Hingga hilang pedih peri...,
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup
Seribu tahun lagi!"
Bagi sebagian orang, Chairil dianggap sebagai penyair tanpa basa basi. Bahasa lugas dan tegas tanpa hiasan. Puisi kerap menjadi kritik dari kondisi Indonesia pada zaman itu.
Selain puisi Aku, karya puisi Chairil yang lainnya, juga dinarasikan di buku Sjuman Djaya sehingga menjadi alur yang menggambarkan perjalanan hidup Chairil.
Sebagai penyair semasa hidupnya justru karya-karyanya tidak dihargai oleh kritikus seni pada zamannya. Barulah setelah dia tiada, justru karya-karyanya menjadi legenda dan menjadi ujung tombak kebangkitan seni saat itu.