Ribuan Warga Etnis Karen Myanmar Mengungsi ke Thailand karena Diberondong Serangan Udara Junta Militer

31 Maret 2021, 13:10 WIB
Anak-anak etnis Karen Myanmar dan barang berharga yang mereka bawa dalam keranjang di lingkungan pengungsian. Tangkapan layar Youtube Al Jazeera English. /Youtube.com/ Al Jazeera English

Sumber foto: https://www.youtube.com/watch?v=7pWM-Jb0SNs

Caption: Anak-anak etnis Karen Myanmar dan barang berharga yang mereka bawa dalam keranjang di lingkungan pengungsian. Tangkapan layar Youtube. Youtube.com/Al Jazeera English

KABAR WONOSOBO – Otoritas Thailand bagian barat laut yang berbatasan langsung dengan Myanmar bersiap terhadap kemungkinan masuknya etnis Karen dari Myanmar.

Seperti diketahui, banyak penduduk desa Etnis Karen yang menyelamatkan diri dari serangan udara yang dilancarkan oleh junta militer Myanmar di wilayah tempat tinggal mereka.

Sebelumnya, pesawat militer Myanmar melakukan tiga serangan pada Minggu, 28 Maret 2021 malam hingga Senin, 29 Maret 2021.

Baca Juga: Ini Latar Belakang Demonstrasi Besar-besaran Di Thailand Yang Akibatkan Puluhan Orang Luka dan Masih Berlanjut

Hal tersebut disampaikan oleh Free Burma Rangers, sebuah badan bantuan kemanusiaan yang memberikan bantuan medis dan bantuan lainnya kepada penduduk desa.

Dilansir Kabar Wonosobo dari Daily Sabah, seorang anggota Free Burma Rangers mengatakan, serangan itu mungkin melukai satu orang tetapi tidak menimbulkan korban jiwa.

Hingga Minggu pagi, diperkirakan 3.000 orang menyeberangi sungai yang membagi dua negara, menuju Provinsi Mae Hong Son di Thailand setelah dua hari serangan udara oleh militer Myanmar.

Baca Juga: Viral Tenaga Medis Dikeroyok Polisi Thailand Saat Demo, 20 Orang terluka dari 1000 Demonstran Pro Demokrasi

Video yang direkam hari itu menunjukkan sekelompok penduduk desa, termasuk banyak anak kecil, beristirahat di hutan yang baru dibuka di Myanmar.

Mereka meninggalkan rumah mereka dan hanya membawa harta mereka dalam bungkusan dan keranjang.

Menurut para pegawai dari dua lembaga bantuan kemanusiaan, dalam serangan sebelumnya yang jatuh pada hari Minggu, pesawat militer Myanmar menjatuhkan bom di area gerilyawan Karen di sebuah titik di Sungai Salween, Distrik Mutraw, negara bagian Karen.

Baca Juga: Kudeta Myanmar Pemerintah Militer Kembali Putus Internet, Protes Pendukung Aung San Suu Kyi Dihalau Pasukan

“Dua gerilyawan tewas dan banyak korban luka dalam serangan itu,” kata seorang anggota Free Burma Rangers.

Pada Sabtu, 27 Maret 2021 malam, dua pesawat militer Myanmar menjatuhkan dua bom di desa Deh Bu Noh, Distrik Mutraw, dan menewaskan sedikitnya dua penduduk desa.

Serangan tersebut mungkin merupakan pembalasan terhadap Tentara Pembebasan Nasional Karen (KNU), yang menyerang dan merebut pos militer pemerintah pada Sabtu pagi demi memperjuangkan otonomi yang lebih besar bagi rakyat Karen.

 Baca Juga: Kudeta Myanmar Pemerintah Militer Kembali Putus Internet, Protes Pendukung Aung San Suu Kyi Dihalau Pasukan

Menurut Thoolei News, sebuah situs online yang memuat informasi resmi dari KNU, delapan tentara pemerintah termasuk seorang letnan dua ditangkap dalam serangan itu dan 10 orang tewas, termasuk seorang letnan kolonel yang merupakan wakil komandan batalyon.

Sedangkan dari pihak Gerilyawan, laporan itu mengatakan bahwa terdapat satu orang yang menjadi korban tewas.

Ketegangan di perbatasan terjadi ketika para pemimpin perlawanan terhadap kudeta militer untuk menggulingkan pemerintah terpilih Myanmar bulan lalu berusaha agar Karen dan kelompok etnis lainnya bersatu dan bergabung dengan mereka sebagai sekutu, yang mana akan menambah personel bersenjata dalam perjuangan mereka.

Baca Juga: Makam Demonstran Heroik Angel Kyal Sin Dibongkar, Picu Kemarahan Publik Myanmar

Serangan udara menandai peningkatan upaya penumpasan yang signifikan oleh pemerintah Myanmar terhadap penentang pengambilalihan militer 1 Februari.

Setidaknya pada hari sabtu saja, 114 orang Myanmar, termasuk beberapa anak dibunuh oleh pasukan keamanan.

Jumlah korban tersebut telah mendorong seorang ahli hak asasi manusia PBB untuk menuduh junta militer melakukan pembunuhan massal atau genosida dan mengkritik masyarakat internasional karena tidak berusaha cukup keras untuk menghentikan kekerasan tersebut.

Baca Juga: Ratusan Kapal Kargo Masih Antre di Terusan Suez, Diperkirakan Kemacetan Terurai Hingga 4 Hari

Seorang diplomat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang meminta identitasnya dirahasiakan minggu lalu mengatakan, Dewan Keamanan PBB (DK PBB) kemungkinan akan mengadakan konsultasi tertutup tentang eskalasi kekerasan di Myanmar.

DK PBB mengutuk kekerasan dan menyerukan pemulihan demokrasi di Myanmar.

Namun hingga saat ini belum mempertimbangkan kemungkinan sanksi terhadap militer, yang tentunya akan membutuhkan dukungan atau abstain dari tetangga Myanmar, China.

 Baca Juga: Apresiasi Tenaga Kesehatan, Menginap di Hotel Cukup Bayar 10 Ribu Rupiah

Kudeta yang menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi, mematahkan kemajuan bertahun-tahun menuju demokrasi setelah lima dekade pemerintahan militer.

Kejadian tersebut membuat Myanmar menjadi fokus pengawasan internasional, terlebih karena pasukan keamanan telah berulang kali melepaskan tembakan ke kerumunan pengunjuk rasa.

Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, asosiasi yang menghitung kematian yang dapat diverifikasi, setidaknya 459 orang telah tewas sejak pengambilalihan tersebut hingga Minggu, 28 Maret 2021.

Baca Juga: Mohon Jangan Lakukan 5 Hal Terlarang Ini Saat Berkunjung Ke Thailand, Hukum Bersiul dan Naik Gajah - Bagian 2

Jumlah korban hingga saat ini diperkirakan lebih tinggi dan masih akan terus bertambah.***

 

Editor: Erwin Abdillah

Sumber: Dailysabah

Tags

Terkini

Terpopuler