KABAR WONOSOBO – Ketua Parlemen Suriah Selasa, 20 April 2021 lalu mengatakan bahwa seorang wanita dari ibu kota Damaskus telah melamar untuk mencalonkan diri sebagai presiden Suriah.
Itu menjadikannya wanita pertama yang mendaftarkan diri untuk menjadi presiden, jabatan tertinggi di Suriah.
Pun begitu, para ahli memprediksi bahwa pemilihan umum Suriah yang bersifat simbolis itu pasti akan dimenangkan oleh Presiden Bashar Assad.
Baca Juga: Presiden Wanita Pertama Tanzania Samia Suluhu Hassan Gantikan John Magufuli yang Meninggal Dunia
Pemilihan presiden yang kedua sejak perang saudara di negara itu meletus 10 tahun lalu, akan diadakan pada 26 Mei 2021.
Warga Suriah yang berada di luar negeri akan memberikan suaranya terlebih dahulu pada 20 Mei 2021.
Juru bicara parlemen, Hammoud Sabbagh mengatakan bahwa wanita yang mendaftar untuk menjadi calon presiden itu bernama Faten Ali Nahar, seorang warga Damaskus berusia 50 tahun.
Baca Juga: Wanita Berusia 106 Tahun ini Lalui Tidak Hanya Satu, tapi Dua Pandemi Selama Hidupnya
Ketua parlemen telah menyebutkan usia, tempat lahir, dan nama ibunya dalam pengumuman tersebut, namun tidak ada laporan tentang siapa dia di media sosial maupun informasi lebih lanjut tentangnya.
Dua kandidat lainnya juga telah mengajukan nama mereka, termasuk seorang pengusaha yang sebelumnya mencalonkan diri melawan Assad pada tahun 2014.
Pada pemilu 2014 itu Assad mengklaim memenangkan hampir 90% suara.
Meskipun Assad belum mendaftar, dia diharapkan banyak orang untuk mencalonkan diri lagi dan memenangkan masa jabatan tujuh tahunan keempatnya.
Assad sendiri berkuasa sejak 2000, ketika dia mengambil alih kursi kepemimpinan yang kosong setelah kematian ayahnya yang sebelumnya telah memerintah Suriah selama 30 tahun.
Suriah baru mulai mengizinkan pemungutan suara multi-kandidat pada pemilu 2014.
Persaingan dengan Assad hanyalah bersifat simbolis dan dilihat oleh oposisi dan negara-negara Barat sebagai tipuan yang bertujuan untuk memberikan lapisan legitimasi kepada presiden yang sedang menjabat.
Komunitas internasional sepertinya tidak akan mengakui keabsahan pemilu yang akan datang.
Menurut resolusi PBB untuk resolusi politik terhadap konflik di Suriah, sebuah konstitusi baru seharusnya dirancang dan disetujui dalam referendum publik sebelum pemilihan presiden yang dipantau PBB akan berlangsung.
Baca Juga: Ini Lima Sastrawan Perempuan Berpengaruh , dari Dee Lestari hingga Leila S. Chudori
Tetapi kemajuan yang telah dibuat pada komite perancang tidak terlalu nampak, sementara Assad terus mendapat dukungan dari Rusia dan Iran.
Bulan lalu, pemerintahan Biden mengatakan tidak akan mengakui hasil pemilihan presiden Suriah kecuali pemungutan suara dilakukan secara bebas, adil, diawasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan mewakili semua masyarakat Suriah.
Suriah telah berada dalam pergolakan perang saudara sejak 2011, ketika protes yang diilhami oleh Arab Spring terhadap pemerintahan keluarga Assad berubah menjadi pemberontakan bersenjata sebagai tanggapan atas tindakan keras militer yang brutal.
Korupsi dan kesalahan manajemen selama bertahun-tahun telah memperdalam kesulitan bagi warga Suriah.
Kondisi itu diperparah oleh perang selama satu dekade dan meningkatnya sanksi Barat terhadap pemerintah Assad.
PBB memperkirakan bahwa 80% warga Suriah hidup dalam kemiskinan.***