New York Amerika Serikat Legalkan Jenazah Manusia Dijadikan Kompos

3 Januari 2023, 09:24 WIB
ilustrasi tanaman yang tumbuh dari pupuk kompos manusia /freepik/

KABAR WONOSOBO - Pada Sabtu, 31 Desember 2022, Gubernur New York, Kathy Hochul melegalkan reduksi organik yang dikenal dengan pengomposan tubuh manusia setelah kematian. 

Legalisasi pengomposan manusia ini menjadikan New York sebagai negara bagian keenam yang mengizinkan warganya untuk melakukan metode penguburan manusia yang dianggap ramah lingkungan.

Proses pengomposan jenazah kemudian akan dilakukan oleh perusahaan pemakaman bersertifikasi yang memiliki fasilitas reduksi organik, penampungan, dan diberi ventilasi yang sesuai. 

Baca Juga: Wow! Army Pasang Ucapan Ulang Tahun V BTS di Oculus New York

Fasilitas pengomposan jenazah juga tidak diperbolehkan menggunakan baterai, seperangkat baterai, sel daya, implan radioaktif, atau perangkat radioaktif.

Legalisasi pengomposan jenazah manusia pertama kali dilakukan oleh Negara Bagian Washington pada 2019 lalu, diikuti oleh Colorado dan Oregon pada tahun 2021. 

Negara bagian Vermont dan California menyusul legalisasi pengomposan jenazah manusia pada 2022.

Baca Juga: Soroti Tragedi Kanjuruhan, New York Times: Polisi Indonesia Kurang Terlatih dalam Pengendalian Massa

Dalam kebanyakan kasus, jenazah ditempatkan di bejana semi terbuka yang dapat digunakan kembali.

Bejana tersebut berisi alas berupa serpihan kayu, alfalfa atau jerami yang ideal bagi pertumbuhan mikroba. 

Akhir dari proses tersebut akan menghasilkan tanah padat nutrisi yang setara dengan 36 kantong tanah yang kemudian digunakan sebagai pupuk. 

Baca Juga: INOVATIF! Mahasiswa UNNES Giat 3 Buat Alat Sebar Pupuk dan Benih Efektif dengan Media Sederhana di Wonokromo

“Setiap hal yang dapat kita lakukan untuk menjauhkan orang dari lapisan beton dan peti mati mewah serta pembalseman, kita harus melakukan dan mendukungnya,” ungkap Michelle Menter, manajer Cagar Alam Pemakaman Greensprings di pusat New York dikutip Kabar Wonosobo dari The Guardian. 

Sebelum melegalisasi komposting jenazah manusia, Hochul sempat dihadapkan pada pro kontra dari masyarakat.

Melalui Konferensi Katolik Negara Bagian New York, pengikut gereja sempat meminta Hochul untuk tidak meneken RUU tersebut. 

Baca Juga: Pupuk Alternatif Substitusi Za, SP-36 dan Petroganik Dikenalkan Petrokimia Gresik di Demplot Wonosobo

Komunitas Katolik menganggap bahwa proses komposting tidak memberikan rasa hormat terhadap tubuh manusia. 

“Proses yang sangat tepat untuk mengembalikan potongan sayuran ke bumi belum tentu sesuai untuk tubuh manusia,” kata Dennis Poust, direktur eksekutif organisasi Katolik. 

Di sisi lain, para pendukung Order of the Good Death mengirimkan serangkaian kartu dekoratif bertuliskan "Komposkan Saya" dan "Saya Ingin Menjadi Pohon" kepada Hochul sebagai bentuk dukungan legalisasi kebijakan komposting jenazah. 

Baca Juga: Petani asal Dieng Puji Widodo 10 Tahun Bangun Hanggar Kompos, Ajak Petani Berbakti pada Tanah

Para pendukung mengatakan bahwa proses terramasi lebih ekonomis dan ramah lingkungan, dengan proses yang memakan waktu enam hingga delapan minggu.

Metode komposting juga dinilai lebih ramah terhadap lahan dan emisi dibanding dengan cara dikuburkan atau dikremasi. ***

 

Editor: Agung Setio Nugroho

Sumber: The Guardian

Tags

Terkini

Terpopuler