Matheou mengatakan bahwa lebih dari 20.000 petugas kesehatan di negara itu tidak lagi bekerja atau bekerja tanpa dibayar.
Dari total jumlah tersebut, lebih dari 7.000 orang diantaranya berasal dari kaum perempuan.
Pekan lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa kurang dari seperlima fasilitas kesehatan di Afghanistan masih berfungsi penuh, dengan dua pertiga di antaranya kekurangan obat-obatan penting.
Situasi ini pun memiliki konsekuensi buruk bagi negara tersebut, termasuk pada respons terhadap pandemi virus Corona.
Negara yang hingga saat ini hanya mencatatkan 1 persen tingkat penerimaan vaksin dosis pertama itu ternyata masih memiliki lebih dari 1 juta dosis yang menunggu didistribusikan.
Baca Juga: FBI Selidiki Kasus Dugaan Pelecehan Seorang Anggota Militer Wanita AS di Kamp Pengungsi Afghanistan
Sementara Matheou menyebutkan bahwa vaksin-vaksin Corona tersebut akan kedaluwarsa pada akhir tahun ini.
Krisis kesehatan yang melanda Afghanistan ini terjadi saat serangkaian krisis lainnya mengancam negara tersebut, mulai dari kekerasan yang memicu kekurangan pangan hingga penindasan massal.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut bahwa lebih dari 18 juta warga Afghanistan, separuh dari total populasi di negara tersebut sangat membutuhkan bantuan, sedangkan sepertiganya berisiko dilanda kelaparan.***