Penggugat beralasan ketentuan tersebut membuatnya kehilangan kemerdekaannya dalam memeluk agama dan kepercayaan yang dijamin oleh Pasal 29 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-undang itu menyebabkan ia atau calon istrinya mesti berpindah agama bila mau menikahi kekasihnya yang berbeda agama.
Namun mahkamah memandang pokok permohonan tersebut tidak beralasan menurut hukum.
Baca Juga: Fantastis! Chelsea Bayar Rp1,9 Triliun Demi Dapatkan Enzo Fernandez
Hakim MK Wahiduddin Adams mengatakan, ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan bukan berarti menghambat atau menghalangi kebebasan setiap orang untuk memilih agama dan kepercayaannya.
"Kaidah pengaturan dalam norma Pasal 2 Ayat (1) adalah perihal perkawinan yang sah menurut agama dan kepercayaan, bukan mengenai hak untuk memilih agama dan kepercayaan," ujar Wahidudin.
Wahiduddin menegaskan, pilihan untuk memeluk agama dan kepercayaan tetap menjadi hak masing-masing orang untuk memilih, menganut, dan meyakininya, sebagaimana dijamin Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945.
Baca Juga: INFO LOKER: Lowongan Kerja BUMN BNI PT Bank Negara Indonesia Februari 2023
Selain itu, MK juga menilai bahwa tidak ada perubahan keadaan dan kondisi atau perkembangan baru terkait persoalan konstitusionalitas keabsahan dan pencatatan perkawainan.
Atas dasar itu, MK berpandangan tidak ada urgensi bagi MK untuk bergeser dari pendirian pada putusan-putusan sebelumnya.