KABAR WONOSOBO – Asparagus perlahan tapi pasti mulai muncul sebagai salah satu komoditas pertanian andalan Kabupaten Temanggung. Popularitas sayuran endemik asli Eropa dan Asia itu membuat beberapa petani sayur dan petani tembakau di Temanggung kini mulai beralih menanam Asparagus.
Selain karena harga jual yang cukup tinggi, Asparagus bisa bertahan hidup di wilayah dingin seperti Temanggung dengan umur tanaman hingga 10 tahun. Namun ternyata masih ada beberapa hal yang dikeluhkan oleh petani asparagus di Temanggung.
Ketua Asosiasi Petani Asparagus Temanggung (APAT), Basori Supriyanto menyebutkan, cuaca ekstrem berupa hujan terus menerus nampaknya menghambat laju pertumbuhan tunas baru. Sehingga, produksi Asparagus Temanggung turun hingga 50 persen.
Baca Juga: Asparagus Jadi Primadona Baru Petani Temanggung, Mudah Dirawat dan Punya Nilai Jual Tinggi
Menurut Basori, untuk masalah harga dan permintaan pasar tak ada yang berubah, walaupun musim hujan maupun di tengah pandemi Covid-19. Bahkan, asosiasinya cukup kelimpungan untuk memenuhi target permintaan dari beberapa kota besar hingga mancanegara.
Operations dan Quality PT. Bloom Agro Jakarta, Anggi Sulistiyo mengatakan, Asparagus asal Temanggung yang memiliki tekstur kenyal dan krispi laku keras di Singapura. Tidak kalah dengan Asparagus asal Australia.
"Kirim ke Singapura bisa 50-100 kilogram setiap antar. Satu pekannya bisa sampai dua kali kirim. Hanya saja, ini masih terkendala logistik," jelas Anggi. Sehingga saat ini, petani Asparagus Temanggung belum mampu mengakomodasi semua pesanan dari luar negeri.
Baca Juga: Pasar Curug Titang Temanggung Sempat Tutup 7 Bulan, Kini Mampu Bukukan Rp13 Juta Sekali Buka
Menurut Basori, cuaca disinyalir menjadi salah satu penyebab turunnya angka panen asparagus. "Cuaca ekstrem ini kan hujan terus, alhamdulillah tidak terjadi busuk batang. Tetapi, produksinya turun. Yang tadinya sehari bisa panen 2 kilogram, sekarang paling 1 kilogram."