Lahan Kopi di Wonosobo Cakup 1000 Hektar, Petani Dibekali Strategi Pascapanen hingga Teknik Seduh

10 Juli 2023, 23:36 WIB
Vita Ervina membuka Bimbingan Teknis Strategi Pascapanen Tanaman Kopi untuk perwakilan petani dan praktisi kopi Wonosobo 10 Juli 2023 di Hotel Surya Asia. /Kabar Wonosobo/ Erwin Abdillah

KABAR WONOSOBO – Salah satu komoditas hasil perkebunan yang turut mengangkat nama Wonosobo adalah Kopi. Sejak satu dekade lalu, kopi Wonosobo sudah mulai dikenal luas, baik untuk jenis Arabica maupun Robusta. Seperti kopi dari lereng Sumbing yakni Bowongso hingga beberapa lereng pegunungan Dieng.

Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Vita Ervina, SE.,MBA. bersama Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan menggelar Bimbingan Teknis Strategi Pascapanen Tanaman Kopi untuk perwakilan petani dan praktisi kopi Wonosobo pada Senin 10 Juli 2023 di Hotel Surya Asia.

Disampaikan Drs Supri Hartono, dari Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan bahwa Indonesia adalah penghasil kopi terbesar nomor empat sedunia.

“Untuk Kopi, pesaing kita Columbia dengan produksi 8.4 persen per tahun. Sementara Indonesia 6.6 persen dengan berbagai persoalan dan cakupan lahan 1.2 juta hektar yang produktivitasnya masih rendah. Di Jawa Tengah produktivitasnya juga masih cukup rendah,” tutur Supri.

Baca Juga: Bimtek Wirausaha Baru Menarget IKM Unggul Di Pengolahan Kopi, Fashion, hingga Kerajinan

Namun pihaknya melihat adanya pergeseran tren yang sebelumnya kopi hanya dihidangkan masal di acara tertentu, kini minum kopi menjadi gaya hidup dengan perkiraan jumlah kedai atau café mencapai 2.9 juta di seluruh Indonesia.

Sementara itu, kabid Perkebunan dan Hortikultura Dinas pangan, pertanian dan Perikanan Wonosobo, Sumanto menyebut bahwa potensi dari Kopi Wonosobo masih bisa dioptimalkan lagi. Mengingat, ada cakupan luasan lahan yang cukup bagus.

“Satu batang pohon kopi bisa hasilkan 10-15 kilogram ceri dan per hektar baru sekitar 1000 batang karena tidak monokultur. Ada upaya menambah 200-300 hektar untuk perluasan tanaman kopi di Wonosobo baik ekstensivikasi atau intensivikasi,” katanya.

Baca Juga: Petani Wonosobo Didorong Buat Sendiri Pupuk Organik untuk Tingkatkan Produktivitas Lahan

Di daerah kecamatan Leksono dan Sukoharjo potensi Kopi Robusta cukup baik. Sementara untuk Sentra robusta lain yang tertinggi ada di Sapuran bawah hingga Wadaslintang.

“Untuk arabika ada di lereng-lereng gunung seperti Watumalang, Kejajar, dan Garung. Setelah dulu terkenal Bowongso, sekarang beberapa brand lain sudah mulai ikut naik. Tapi cakupan lahan di Wonosobo belum ada yang monokultur meski total luasan sudah di atas 1000 hektar namun produktifitas kita masih rendah,” katanya.

Hal itu mengingat kopi masih dianggap budidaya sampingan seperti sampingan tembakau dan hortikultura. Produktivitas kopi di Wonosobo masih cukup rendah dibanding Temanggung. Masalah klasik lain, petani masih kesulitan bangun satu brand Bersama, yakni kopi asal Wonosobo, dari mana pun asal ditanamnya.

“Kelompok petani juga difasilitasi lewat bantuan alat seperti roasting dan grinder selain bibit. Namun untuk bibit kebanyakan bantuan berupa Arabica. Bibit robusta lebih mahal ketimbang Arabika mengingat hasilnya lebihbanyak karena besaran bijinya meskipun harga jualnya lebih rendah disbanding arabika yang lebih kecil,” imbuhnya.

Baca Juga: Peternak Sapi Wonosobo Diminta Waspadai Penyakit Bentol Kulit LSD dan Jaga Kebersihan Kandang

Menurut Vita Ervina berbagai tantangan itu disebutnya membutuhkan solusi yang tepat dan diharapkannya bimtek itu bisa membantu tingkatkan nilai ekonomis dari kopi diawali dari para petaninya.

“Mulai dari tahapan produksi yang baik hingga tahu cara menyeduhnya sehingga mereka bisa paham manfaat kopi untuk kesehatan jika cara minumnya benar. Bisa dilihat keberhasilan kopi kopi terkenal seperti Bowongso. Sisi penyajiannya sangat penting maka ada pelatihan untuk meracik di Bimtek ini,” kata Vita

Pihaknya menyebut sangat penting untuk membahas kebutuhan paska panen seperti alat roasting dan tingkatkan produksi.

“Potensi ekspor kopi masih sangat terbuka dan harga kopi juga bagus sebagai komoditas hasil perkebunan. Maka butuh peranan para petani muda dari generasi usia 20-an dan praktisi dari hulu hingga hilir,” pungkas Vita.***

Editor: Erwin Abdillah

Tags

Terkini

Terpopuler