KontraS Singgung Kampus Merdeka Kemdikbud Pasca Pemanggilan 10 Anggota BEM UI atas Kritik pada Jokowi

2 Juli 2021, 07:30 WIB
Potret Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra saat memberikan orasi dalam sebuah aksi demonstrasi. /Instagram.com/@leonalvinda

 

KABAR WONOSOBO ― Atas unggahan meme Jokowi: King of Lip Service pada 26 Juni 2021 silam masih menjadi polemik hingga saat ini. Hingga pada puncaknya, pada 27 Juni 2021, 10 mahasiswa petinggi BEM UI dipanggil menghadap rektorat.

Hal itu menimbulkan sejumlah pendapat dari beberapa pihak, termasuk dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) melalui siaran pers tertanggal 28 Juni 2021.

Belum cukup dengan pemanggilan, pada tanggal 28 Juni 2021, akun Whatsapp dan Instagram milik beberapa petinggi BEM UI dilaporkan diretas oleh pihak takbertanggung jawab. Kabar tersebut pertama kali disebarkan oleh Leon Alvinda, ketua BEM UI di hari yang sama.

Tindakan yang diambil oleh rektorat Universitas Indonesia dan peretasan tersebut dinilai sebagai bentuk pembungkaman berekspresi dan berpendapat, khususnya di ruang akademis seperti kampus.

Baca Juga: Beberapa Akun Media Sosial Pengurus BEM UI Diretas Pasca Kritik ‘The King of The Lip Service’

Tidak hanya melalui siaran pers, KontraS juga mempertanyakan hal serupa melalui unggahan Twitter pada 29 Juni 2021 yang turut pula menyinggung program Kampus Merdeka dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Universitas Indonesia menyatakan bahwa kritik Jokowi: King of Lip Service termasuk dalam bentuk pelanggaran aturan, padahal Kampus Merdeka seharusnya menjadi ruang legitimasi kebebasan berpendapat dan akademik.

KontraS menilai kebebasan berpendapat yang merupakan bagian dari program Kemdikbud tersebut rancu dalam implementasinya.

Kritik dari BEM UI terhadap Jokowi yang lantas dinilai sebagai bentuk pelanggaran hingga menimbulkan pemanggilan hingga peretasan bukan yang pertama kali terjadi.

Baca Juga: Anita Wahid Kritik Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020, Sebut Menyalahi Hak Asasi Manusia

Tuntutan gerakan mahasiswa di banyak kampus seperti peninjauan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) serta transparansi dan akuntabilitas kampus kerap berujung represi.

“Mulai dari kekerasan, drop-out hingga kriminalisasi. Hal ini terjadi di UNAS, UNILAK, UNKHAIR, dan lain-lain,” tulis KontraS dalam unggahan utas Twitter tertanggal 29 Juni 2021.

Peretasan yang dilakukan terhadap sejumlah pengurus BEM UI menjadi salah satu contoh tindak sewenang-wenang lantaran kritik diajukan.

Tindakan tersebut dinilai sebagai bentuk peniadaan hak atas rasa aman pengguna media sosial.

Baca Juga: Berani Kritik Kudeta, Model dan Aktor Tampan Paing Takhon Dijemput 8 Truk Militer Myanmar

Terlebih karena tindakan terhadap BEM UI tersebut tidak ditangani oleh aparat penegak hukum serta menjadi modus yang berulang.

Dapat dibilang bahwa negara gagal melindungi serta menjamin hak asasi bagi warga negaranya.

Unggahan tersebut turut menandai akun resmi Universitas Indonesia, Kemdikbud RI, serta Presiden Jokowi dan BEM UI.

Presiden sendiri telah memberikan respon terhadap kritik Jokowi: King of Lips Service yang hingga berita ini ditulis masih hangat dibicarakan di media sosial pada 29 Juni 2021.

Baca Juga: Jika UU ITE Tidak Beri Keadilan Jokowi Akan Minta DPR Revisi, Soroti Adanya Pasal Multitafsir

Namun, pernyataan tersebut dinilai kurang lantaran presiden belum bertindak secara gamblang untuk mengatasi aksi protes yang dilayangkan aliansi BEM UI.*** 

Editor: Erwin Abdillah

Sumber: kontras.org Twitter @Leon_Alvinda

Tags

Terkini

Terpopuler