Pelajari Kembali Sejarah Hari Raya Nyepi di Indonesia dan 4 Rangkaian Upacara Pentingnya

- 14 Maret 2021, 16:53 WIB
Upacara pecaruan Di Catus Pata Kabupaten Jembrana dari tangkapan layar Instagram @seputar.jembrana
Upacara pecaruan Di Catus Pata Kabupaten Jembrana dari tangkapan layar Instagram @seputar.jembrana /Instagram.com/ @seputar.jembrana

KABAR WONOSOBO – Peringatan hari raya Nyepi di Indonesia tentunya tidak bisa lepas dari umat Hindu di Bali yang pada hari ini, 14 Maret 2021 tengah memperingati pergantian tahun baru Saka 1943. Di banyak studi, awal tahun Saka juga diyakini berkaitan dengan sejarah raja Isaka di India.

Di Indonesia sendiri, penetapan Hari Raya Nyepi sebagai hari libur nasional dimulai sejak tahun 1983. Tepatnya berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Indonesia Nomor 3 tahun 1983, tanggal 19 Januari 1983.

Dilansir KabarWonosobo.com dari Wikipedia Indonesia, Nyepi jatuh pada hitungan Tilem Kesanga (IX). Pada hari itu dipercayai merupakan hari penyucian dewa-dewa yang berada di pusat samudera yang membawa intisari amerta atau air kehidupan. Berbagai ritual pemujaan suci dilakukan umat Hindu terhadap mereka.

Baca Juga: Melihat Perayaan Mahashivaratri Umat Hindu, Ada Tradisi Unik dan Beda di Tiap Daerah

Kata Nyepi yang berasal dari sepi atau sunyi/senyap  yang selain menandai tahun Baru Hindu dengan kalender Caka/Saka dan dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tahun Baru Saka tidak dirayakan seperti tahun baru lainnya dan khususnya di pulau Bali dirayakan dengan menyepi.

Seluruh aktifitas warga ditiadakan dalam satu hari termasuk bepergian, bekerja, hiburan, hingga alat komunikasi. Banyak pelayanan umum maupun transportasi juga diliburkan termasuk Bandar Udara Internasional namun pelayanan rumah sakit masih dibuka.

Hari Raya Nyepi juga diyakini sebagai momentum penyucian alam manusia atau Bhuana Alit dan Bhuana Agung yakni alam semesta. Sebelum Hari Raya Nyepi, ada tiga upacara utama yang dilakukan warga Hindu, khususnya di Bali yaitu Melasti, Tawur (Pecaruan), dan Pengrupukan.

Baca Juga: Sejarah Tari Sekapur Sirih, Adat Penyambutan Tamu di Provinsi Jambi yang Simpan Nilai Luhur

Upacara Melasti atau Melis/Mekiyis biasanya dilaksanakan tiga atau dua hari sebelum Nyepi. Upacara dilakukan dengan mengarak sarana persembahyangan yang ada di Pura menuju ke pantai atau danausebagai sumber air suci atau tirta amerta.

Tirta amerta itu bisa menyucikan segala kotor atau leteh di dalam diri manusia dan alam. Dilanjutkan upacara berikutnya sehari sebelum Nyepi dilaksanakan upacara Buta Yadnya.

Upacara itu dilakukan di lingkungan keluarga, banjar, desa, kecamatan, dan hingga level tertinggi dan mengambil salah satu dari berbagai sesajian atau caru sesuai dengan kemampuannya sehingga disebut Pecaruan.  

Baca Juga: Mohon Jangan Lakukan 5 Hal Terlarang Ini Saat Berkunjung Ke Thailand, Hukum Bersiul dan Naik Gajah - Bagian 2

Jenis Buta Yadnya termasuk Pañca Sata (kecil), Pañca Sanak (sedang), dan Tawur Agung (besar). Tawur yang juga disebut Pecaruan adalah penyucian Buta Kala sehingga segala kotoran diharapkan hilang.

Dalam upacara Buta Yadnya dimaksudkan agar Sang Buta Raja, Buta Kala dan Batara Kala agar tidak mengganggu umat. Upacara itu dilanjutkan ritual lain yang dinamai pengrupukan.

Yaitu dengan menyebar-nyebar nasi tawur, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, mengobori rumah dan juga pekarangan, serta memukul benda-benda yang bersuara gaduh. Diyakini hal itu untuk mengusir Buta Kala.

Baca Juga: Ini Informasi Lengkap Seleksi Abdi Dalem di Keraton Yogyakarta Untuk warga DIY dan Jateng syarat utamanya ini

Upacara ini kerap menjadi atraksi wisatawan mengingat di Bali biasanya dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh sebagai penggambaran Buta Kala yang setelah diarak keliling lalu dibakar.

Pada puncaknya, agenda Nyepi di keesokan harinya tepat tanggal ke satu (bulan ke-10) suasana menjadi sepi. Saat Nyepi, umat Hindu melakukan Catur Brata, yakni amati geni, amati karya, amati lelungan, dan amati lelanguan.

Secara sederhana Catur Brata diartikan tidak menghidupkan api (bahkan untuk memasak), tidak bekerja, tidak bepergian, dan tidak mendengarkan hiburan. Sehingga seluruh wilayah Bali seakan tampak selayaknya kota mati, bahkan tidak ada lampu menyala.

Baca Juga: Mars Bisa Diubah Jadi Mirip Bumi, ‘Terraforming’ Jadi Alasan Lain Mengapa Red Planet Mungkin Dihuni (Bagian 2)

Hal itu sekaligus menyimbolkan bahwa di awal tahun baru manusia memulai dengan lembaran yang bersih. Sementara pada tanggal dua, sehari setelah Nyepi dilaksanakan Ngembak Geni sebagai rangkaian terakhir perayaan tahun baru.

Di hari kedua tahun Saka, Umat Hindu melakukan Dharma Shanti atau mengucap syukur dan saling maaf memaafkan dengan keluarga besar dan tetangga. Dharma Santi juga berdasar ajaran Tat Twam Asi yang memandang semua manusia harus saling menyayangi serta memaafkan segala kesalahan untuk hidup di dalam kedamaian.***

Editor: Erwin Abdillah

Sumber: Wikipedia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x