Menyelami Realitas Eka Kurniawan Lewat Kumpulan Cerpen Corat-coret di Toilet, 13 Kisah Penuh Simbol dan Kritik

- 1 April 2021, 16:01 WIB
Sampul Buku Kumpulan cerpen Corat-coret di Toilet karangan Eka Kurniawan 2014.
Sampul Buku Kumpulan cerpen Corat-coret di Toilet karangan Eka Kurniawan 2014. /blog.mizanstore.com

KABAR WONOSOBO – Corat-Coret di Toilet karya Eka Kurniawan yang terbit pada 2014 merupakan sebuah kumpulan cerita pendek. Ada 13 cerita pendek di dalam buku terbitan Gramedia Pustaka Utama ini.

Peter Pan, Dongeng Sebelum Tidur, Corat-Coret di Toilet, Teman Kencan, Rayuan Dusta untuk Marietje, Hikayat Si Orang Gila, Si Cantik yang Tak Boleh Keluar Malam, Siapa Kirim Aku Bunga, Tertangkapnya Si Bandit Kecil Pencuri Roti, Kisah dari Seorang Sahabat, Dewi Amor, dan Kandang Babi.

“Aku tak percaya bapak-bapak anggota dewan, aku lebih percaya kepada dinding toilet,” salah satu kutipan ‘kuat’ di Cerpen utamanya.

Baca Juga: Sinopsis Novel Amba Karangan Laksmi Pamuntjak Sajikan Roman hingga Nilai Moralitas dan Sejarah Bangsa

Eka Kurniawan tidak hanya menyajikan karya yang ‘asal jadi’. Bukan hanya Cantik Itu Luka atau Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas yang akan segera muncul dalam bentuk film.

Corat-Coret di Toilet kembali menegaskan bahwa Eka Kurniawan layak menyandang gelar sebagai salah satu penulis prestisius di Indonesia.

Snopsis

Seperti cerpen pembuka buku ini yang berjudul Peter Pan. Cerita yang mengisahkan tentang sosok aktivis mahasiswa yang dinamai Peter Pan. Ia tidak ingin lekas lulus dan disebut anak kecil. Namun, peristiwa ‘98 justru ‘melenyapkan’ Peter Pan. Cerita pendek ini mengandung satire kental untuk menyindir Soeharto kala itu.

Baca Juga: Bicara Femisnisme Lewat Buku, Kalis Mardiasih Mendebat Hubungan Jilbab dan Kesalihan Perempuan

“Begitulah Peter Pan berjuang, hingga suatu waktu sebagian besar mahasiswa, buruh, para pedagang, pegawai kantoran, dan bahkan para pegawai negeri mulai turun ke jalan secara serempak. Mereka berkumpul bersama dalam satu kesepakatan bahwa sang diktator memang tak layak lagi dipertahankan,” bunyi kutipan dari halaman 7-8.

Selanjutnya lewat diksi dan imaji yang terbangun apik, Eka menantang pembaca untuk menabrakan logika dan realita lewat narasinya.

“Senyumnya yang sering muncul di televisi dan tercetak di uang kertas sudah mulai terasa menyebalkan. Hari-hari dilewati hanay dengan turun ke jalan dalam satu hiruk-pikuk yang sama: Turunlah, Tuan Presiden, sebelum kami membakarmu hidup-hidup dalam api revolusi. Itulah hari yang paling subversif selama kekuasaan sang diktator yang sudah mulai berkarat,” masih dari halaman 7-8.

Baca Juga: Buku Irfan Afifi Saya, Jawa, dan Islam Terlahir Hasil dari Proses Lelaku Mengenali Diri dan Sejarah

Kekuatan Tokoh pemeran Kisah

Eka Kurniawan turut menghadirkan tokoh bernama Alamanda melalui cerita Dongeng Sebelum Bercinta. Ia diceritakan menjadi ‘gadis kalah’ untuk memenuhi keinginan kedua orang tuanya.

Alamanda yang tidak memiliki hak untuk menentukan jalan hidupnya sendiri harus berakhir dengan menikah dengan pilihan kedua orang tuanya. Ia sempat memberontak walaupun harus berakhir gagal dan hanya bisa menurut.

Namun, Alamanda selalu mencari dalih agar mereka tidak pernah bercinta dengan menggunakan dongeng-dongeng. Hingga akhirnya terungkap rahasia Alamanda yang sebenarnya.

Baca Juga: Diskriminasi Pada Perempuan Diangkat di Novel Kim Ji Yeong Lahir Tahun 1982, Karangan Cho Nam Joo

Dongeng Sebelum Bercinta seperti tengah menunjukkan bahwa di masa modern sekarang ini, keperawanan masih menjadi isu yang riskan. Tak terkecuali untuk seorang suami yang telah ‘memaksa’ menikahi seorang gadis sekali pun.

Cerita yang lantas menjadi judul buku ini juga menjadi sarana Eka Kurniawan untuk mengkritisi pemerintah. Corat-Coret di Toilet menceritakan tentang orang-orang yang saling menyambung komentar di sebuah dinding toilet kampus.

Seperti tengah menggambarkan bagaimana ‘baik’ dinding toilet yang mau mendengar aspirasi sampai dijadikan tempat para penyair menulis karyanya yang ditolak penerbit.

Baca Juga: Penjualan Manga Cetak Mulai Lesu, Manhwa Korea dan Web Comic China Mulai Ambil Alih Tahta Manga Jepang

Menyuarakan yang tidak mampu bersuara lewat kritik senyap

Corat-Coret di Toilet terang-terangan menyajikan ironi bagaimana masyarakat kecil (tergambar menjadi para pengunjung toilet tersebut) susah sekali untuk mendapat perhatian atas aspirasi mereka.

Hingga sampai menjadikan dinding toilet sebagai sarana untuk bersuara. Hingga kemudian, dinding tersebut dicat ulang. Namun, tulisan-tulisan serupa kembali berdatangan dan kian ramai.

“Tulisan pertama berbunyi: “Aku tak percaya bapak-bapak anggota dewan, aku lebih percaya kepada dinding toilet,” kutipan halaman 29.

Baca Juga: Diskriminasi Pada Perempuan Diangkat di Novel Kim Ji Yeong Lahir Tahun 1982, Karangan Cho Nam Joo

Sindiran yang turut pula mengingatkan pembaca kepada salah satu kutipan dari novel karya Leila S. Chudori berjudul Laut Bercerita.

“DPRD dan DPR selama ini adalah septic tank, tempat penampungan belaka.”

Cerita-cerita selanjutnya, Eka Kurniawan berhasil mengangkat tema yang sebenarnya sederhana. Namun, dengan kepiawaiannya, mampu mengubah cerita bertema sederhana tersebut menjadi problem kemanusiaan yang layak untuk dipelajari.

Cerita terakhir berjudul Kandang Babi. Bercerita tentang sosok Edi Idiot yang tinggal di kampus dan tak lulus-lulus.

Baca Juga: Di Film Serious Men Nawazuddin Siddiqui Angkat Realita Pendidikan dan Kasta India Lewat Kisah Penipuan

“Dialah Edi Idiot. Menyelesaikan sekolah dasar selama sembilan tahun, sekolah menengah pertama empat tahun, dan sekolah menengah atas selama lima tahun; hanya Tuhan yang tahu bagaimana orang yang menurut sistem pendidikan nasional dibilang goblok ini bisa masuk universitas.

Itulah mengapa ia mendapat gelar idiot, semakin terlihat idiot ketika ia kuliah di filsafat dan tak tahu tanggal berapa Aristoteles lahir! Namun di atas semuanya, ia sahabat yang menyenangkan: tak pernah malu pinjam uang, matanya melotot jika bicara dengan seorang gadis yang kebetulan kancing kemejanya sedikit terbuka, dan tidur di ruang kuliah (ia baik karena tidak mengganggu sang dosen menjual omongan yang selalu diulang di setiap semester, bukan?).” kutipan halaman 106.

Cerita terakhir dengan sosok Edi Idiot sebagai tokoh utama tersebut seolah tengah menyindir sistem pendidikan di negeri ini. Para murid yang “dipaksa” untuk masuk dalam kategori-kategori yang ditetapkan oleh pemerintah. Padahal, di sisi lain setiap orang memiliki ‘kategorinya’ sendiri.

Baca Juga: Arti Perayaan Rabu Abu, Tanda Pertobatan Umat Katolik dengan Membuat Tanda Salib di Dahi

Kandang Babi turut menyumbang kritik bahwa cerdas dan tidaknya seseorang hanya dinilai dari peringkat dan lama-tidaknya ia mengenyam pendidikan formal. Lebih lanjut, ‘seabadi’ apapun dirinya di kampus, Edi Idiot masih ingin mendapatkan gelar sarjana demi berani pulang ke kampung halaman dan dihormati di sana.

Ironi yang masih sering terjadi, orang yang berpangkat lebih dihormati daripada orang jujur. Edi Idiot adalah orang jujur, bisa dilihat dari bagaimana ia selalu mencatat utang-utangnya di Kantin yang Jorok.

 Baca Juga: Sinopsis Novel Amba Karangan Laksmi Pamuntjak Sajikan Roman hingga Nilai Moralitas dan Sejarah Bangsa

Profil singkat Eka Kurniawan

Eka Kurniawan, seorang penulis sekaligus desainer grafis. Menyelesaikan studi dari Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Karyanya yang sudah terbit adalah empat novel: Cantik Itu Luka (2002), Lelaki Harimau (2004), Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (2014), dan O (2016).

Ada juga empat kumpulan cerita pendek: Corat-Coret di Toilet (2000), Gelak Sedih (2005), Cinta Tak Ada Mati (2005), dan Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi (2015); serta satu karya non fiksi: Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis (1999).***

Editor: Erwin Abdillah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah