Quotes Novel Amba - Laksmi Pamuntjak: Roman Sejarah Berbalut Intrik Politik Indonesia

- 29 November 2023, 12:47 WIB
Quotes novel Amba karya Laksmi Pamuntjak.
Quotes novel Amba karya Laksmi Pamuntjak. /Ilustrasi dari PIXABAY/

KABAR WONOSOBO - Laksmi Pamuntjak melalui Amba hingga beberapa bagian dari cerita pendek di buku Kitab Kawin menjadi salah satu penulis perempuan di Indonesia yang menyinggung sejarah kelam tahun 1960-an silam. Beberapa yang lain misalnya novel Pulang dan Namaku Alam dari Leila Chudori hingga Gadis Kretek dari Ratih Kumala.

Amba sendiri menceritakan tentang pencarian Amba atas Bhisma Rasyid yang diasingkan ke Pulau Buru pada tahun 60-an silam. Kisah cinta berakhir kelam hingga intrik politik di dalamnya membuat Amba menjadi salah satu novel yang kaya akan kisah memilukan.

Berikut ini adalah quotes atau kutipan novel Amba dari Laksmi Pamuntjak. Beberapa kutipan di bawah ini berasal dari novel setebal 500-an halaman yang dikutip langsung oleh tim redaksi Kabar Wonosobo melalui novel yang telah diterjemahkan dalam judul The Questions of Red tersebut.

Baca Juga: Quotes Buku ‘Ada Serigala Betina dalam Diri Setiap Perempuan’ Ester Lianawati: Kupas Tuntas Perempuan

Quotes Novel Amba karya Laksmi Pamuntjak

  • Tapi fitnah itu telah menjadi fakta karena tak ada yang pernah membantahnya. (hal. 70)
  • Sejarah adalah lelucon yang penuh akal bulus. Kita tak pernah tahu kapan punch line-nya akan tiba. (hal. 74)

  • “Kamu jangan sampai terjerat oleh apa yang dibayangkan orang. Kamu harus bisa mengatasinya dan memberi makna sendiri kepada namamu.” (hal. 107)
  • Perkawinan tak banyak bedanya dengan politik. Lewat Ibu ia belajar: perkawinan adalah tahu bagaimana membaca perubahan, kapan memulai kapan berhenti, kapan berbicara kapan mendengar. (hal. 110)
  • Politik memang bukan tentang apa yang benar. Politik adalah bagaimana kita bisa salah dengan benar. (hal. 111)
  • “Eyangmu juga selalu bilang, memasak tak ubahnya perkawinan. Belajar menunggu, dan jangan sekali pun memasukkan tanganmu ke dalam air yang keruh.” (hal. 131)
  • Dan ia akan menang. Untuk menang, ia harus tahu kapan mengalah. (hal. 135)
  • Orang-orang biasa seperti dirinya tak bertanya. Mereka tak berhak. Mereka hanya pelengkap Tuhan, hantu, dan ilmu hitam. (hal. 137)
  • Atau ini yang dinamakan tahap menjadi dewasa-bijaksana untuk tidak memaksa tapi menolak untuk dipaksa? (hal. 163)

Baca Juga: Quotes Mans Search for Meaning - Viktor Frankl: Buku Psikologi Populer Mantan Tawanan NAZI

  • Perjalanan: melatih diri untuk tetap menjaga jarak seraya berbagi begitu banyak. (hal. 181)
  • Bagaimana mungkin menyebut diri mereka bahagia dalam cinta, tapi ekspresi wajah mereka seperti mayat-mayat hidup? (hal. 248)

  • Bukankah berpisah salah satu krisis terhebat dalam kehidupan manusia? (hal. 256)
  • Memalukan sekali, pura-pura tampil independen di hadapan dunia padahal disubsidi orangtua! (hal. 262)
  • Di negeri ini kita memang nggak pernah dipaksa akrab dengan sejarah saudara-saudara kita. (hal. 378)
  • Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya. (hal. 463)
  • Orang harus bisa tertawa karena di sini begitu banyak kesedihan dan ketidakadilan yang terjadi, dan begitu banyak hal yang segera aus dan terulang dalam segala kebodohannya. Kita harus bisa tertawa, kalau tetap mau hidup. (hal. 489)
  • Beri mereka kegelapan, dan mereka akan lihat cahaya itu. (hal. 493)
  • Perjalanan membawa hal-hal baru yang membuat kita bijaksana, tapi selalu ada yang tetap pada kita sejak sebelum berangkat. (hal. 545)

Baca Juga: 15 Quotes Hari Valentine dalam Bahasa Inggris, Cocok untuk Status di Medsos

Halaman:

Editor: Khaerul Amanah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x