KABAR WONOSOBO – Sudah lebih dari setahun Korea Utara menutup perbatasan negaranya dikarenakan pandemi. Negara ini juga menghentikan penerbangan masuk dan keluar negaranya, bahkan dengan negara tetangga dan mitra politiknya, China dan Rusia.
Namun ternyata hal tersebut tidak menyurutkan nyali beberapa diplomat Rusia untuk menemukan jalan keluar ke luar dari negara ini. Pasalnya mereka harus pulang ke negaranya bagaimanapun cara yang harus ditempuh.
Melalui portal berita resminya, Kementerian Luar Negeri Rusia mengabarkan bahwa pada hari Jumat lalu (26/2/2021), delapan orang karyawan kedutaan Rusia di Korea Utara dan anggota keluarganya telah berhasil keluar menggunakan cara yang tidak biasa.
Mereka berhasil melintasi perbatasan Korea Utara - Rusia setelah perjalanan panjang menggunakan bus dan kereta dorong yang bentuknya seperti troli. Tak hanya warga sipil, dalam rombongan itu ada beberapa pejabat penting.
Rombongan tersebut termasuk sekretaris ketiga kedutaan, Vladislav Sorokin, dan putrinya yang berusiatiga (3) tahun, Varya. Informasi itu dilansir KabarWonosobo.com dari halaman Facebook resmi Kementerian Luar Negeri Rusia.
Laman tersebut juga memuat foto yang menunjukkan tiga anak duduk di samping beberapa kotak besar dan koper, dengan tiga orang dewasa yang tengah mendorong kereta dorong yang dibuat khusus untuk dapat berjalan di sepanjang rel.
Ketika rombongan tiba di Khasan, pos perbatasan Rusia di daerah timur jauh negara itu, mereka disambut oleh koleganya dari Kementerian Luar Negeri dan diantarkan ke bandara di Vladivostok.
Dalam pernyataan terpisah, kementerian mengatakan perjalanan dengan kereta dorong adalah satu-satunya cara yang bisa ditempuh para diplomat untuk melintasi perbatasan.
Pada sebuah kesempatan jumat lalu, Juru bicara Kremlin, Dmitri S. Peskov, yang juga seorang diplomat karir mengatakan sulitnya kehidupan diplomat.
“Terkadang kehidupan seorang diplomat bisa jadi sangat keras dan sulit. Kehidupan yang indah dan elegan hanyalah kulit luarnya saja.”
Korea Utara menutup pintu perbatasan pada Januari 2020 karena khawatir wabah Covid-19 akan membanjiri sistem kesehatan publiknya dan memperburuk keadaan ekonomi yang memang sudah sulit di bawah sanksi internasional.
Jenderal Robert B. Abrams, komandan militer Amerika Serikat di Korea Selatan, mengatakan pada bulan September lalu bahwa negara itu juga telah mengerahkan pasukan di sepanjang perbatasannya dengan China.
Bahkan pasukan tersebut telah diberi instruksi untuk menembak siapapun yang berusaha masuk ke Korea Utara melalui jalur tersebut untuk mencegah penyelundup membawa masuk virus korona.
Mengutip The New York Times, media pemberitaan setempat menyebutkan bahwa Presiden Korea Utara, Kim Jong-un, menolak bantuan internasional yang diperuntukkan kepada negaranya setelah banjir bandang yang terjadi di negara itu musim panas lalu. Hal itu dilakukannya dengan alasan ketakutan akan penyebaran virus Covid-19.
Menurut laporan bulanan oleh Covax, lembaga yang dipercaya untuk mendistribusikan vaksin ke berbagai negara, Korea Utara tetap bersedia untuk menerima bantuan vaksin Covid-19.
Pada pertengahan tahun ini, rencananya Korea Utara dijadwalkan untuk menerima sekitar 2 juta ampul AstraZeneca yang diperuntukkan untuk sekitar 25 juta warganya.
Bukan hal baru jika pers Korea Utara sering kali mengeluarkan pemberitaan yang kontroversial. Kali ini Korea Utara mengklaim bahwa negaranya tidak memiliki riwayat kasus Covid-19 di negaranya. Hal ini tak ayal membuat ahli dari berbagai negara merasa skeptis.***