KABAR WONOSOBO – Pandemi Covid-19 memiliki dampak yang sangat luar biasa di berbagai bidang. Ketika semua orang sedang berjuang untuk berjuang untuk melewati pandemi, banyak kasus lain justru bermunculan.
Salah satu permasalahan yang terjadi di tengah pandemi setahun terakhir ini adalah rasisme yang menyudutkan orang Asia. Di Amerika Serikat, komunitas orang China dan negara Asia lainnya tengah merasakan kefanatikan ini.
Banyak bisnis yang mereka jalankan tersendat, bukan hanya akibat pandemi tetapi juga karena adanya kefanatikan anti-Asia ini.
Baca Juga: Akibat Kebakaran Hutan 2020, Kasus Gangguan Pernapasan di California Meningkat Tajam
Lonjakan kekerasan terhadap orang Asia, terutama orang tua di beberapa wilayah Amerika sering terjadi selama pandemi ini.
Dilansir KabarWonosobo.com dari New York Times, Organisasi “Stop AAPI Hate” mencatat ada 2.800 laporan pelecehan dan fitnah terhadap orang Asia dan sekitar 240 di antaranya adalah serangan fisik.
Kekerasan terhadap ras Asia terus berlanjut, seperti kasus yang menimpa seorang pria Thailand berusia 84 tahun yang tinggal di San Fransisco yang meninggal setelah diserang di jalan pada 28 Januari 2021 waktu setempat.
Masih di San Francisco, kota dengan Chinatown terbesar dan tertua di negara Amerika, setidaknya ada 18 serangan terhadap orang Asia di bulan Februari 2021.
Pada tahun 2020, polisi Kota New York mencatat 28 kejahatan rasial terhadap Asia-Amerika, naik dibanding tahun 2019.
Beberapa kasus rasial terhadap keturunan Asia telah menjadi berita nasional, namun ada lebih banyak kasus yang tidak muncul ke publik.
Mungkin kebanyakan orang hanya tahu kekerasan rasial di Amerika hanya ras kulit hitam dan putih, namun nyatanya permasalahan ras juga terjadi kepada orang Asia.
Kasus yang menimpa orang Asia-Amerika tentunya menuntut penegakan keadilan.
Namun karena kebanyakan pelaku dalam kasus tersebut adalah orang kulit hitam, yang notabene juga adalah objek permasalahan rasial, mereka memilih untuk menutup mata.
Muncul dilema di benak masyarakat untuk melakukan kriminalisasi terhadap orang Afrika-Amerika, dengan alasan menghindari objektifikasi ras non kulit putih.
Baca Juga: 16 Atlet Disabilitas NPCI Wonosobo Fokus Persiapan Pepernas XVI 2021 Papua
Meskipun sulit untuk mengurai penyebab utama dalam kasus kekerasan rasial, para aktivis dan tokoh masyarakat mencoba untuk mengusut kasus ini.
Para anggota kongres dari Partai Demokrat berpendapat bahwa sebagian besar kesalahan merujuk pada retorika rasis tentang orang-orang China dan Virus Corona.
Serangan kekerasan anti-Asia belakangan ini sering kali dikaitkan dengan mantan presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Baca Juga: Beyonce Masuk 9 Nominasi Grammy Award 2021 , Simak Perjalanan Karirnya hingga Menang 24 Piala Emas
Trump, dalam perkataannya sering sekali menyebut ‘Chinese Virus’ bahkan ‘Kung Flu’ untuk menunjukkan kedudukan kontranya terhadap negara tersebut.
Tentunya Trump bukan satu-satunya yang menjadi penyebab kasus rasisme terhadap ras Asia-Amerika.
Rasisme terhadap selain kulit putih telah menjadi kejahatan terstruktur yang memiliki sejarah panjang di Amerika Serikat.***