Kendati regulasi keamanan FIFA melarang adanya tembakan gas air mata, Kapolda Jawa Timur yaitu Nico Afinta menyebut bahwa tembahan gas air mata dilakukan lantaran polisi berusaha mengatasi kerusuhan tersebut.
Namun, bukan hanya ke arah rumput, gas air mata tersebut justru juga ditembakkan ke arah tribun penonton yang sama sekali tidak turun ke lapangan.
Baca Juga: Soroti Tragedi Kanjuruhan, New York Times: Polisi Indonesia Kurang Terlatih dalam Pengendalian Massa
"Akibatnya banyak yang panik dan berdesakan untuk keluar stadion. Kuat dugaan banyak korban yang meninggal akibat berdesak-desakan dan juga sesak nafas," tulis media Malang Terkini.
Sebelumnya, korban yang dilaporkan meninggal dunia sendiri ada 127 orang, dua di antaranya anggota polisi.
Namun, jumlah tersebut bertambah dengan laporan terakhir menyebut korban tragedi kerusuhan Stadion Kanjuruhan tersebut menjadi 149 orang.
Baca Juga: Belum Sehari, Dana dari ARMY Indonesia untuk Tragedi Kanjuruhan Capai Lebih dari Rp400 Juta
Laporan tersebut kembali berubah dan sempat menyebut jumlah korban meninggal dunia sebanyak 174 orang.
Kendati demikian, jumlah tersebut pun kembali berubah pada 2 Oktober 2022 sekitar pukul 20.30 WIB ketika pihak kepolisian menyebut korban meninggal dunia dalam tragedi Kanjuruhan adalah 125 orang.
Hal tersebut lantaran disebabkan karena adanya informasi silang dari beberapa rumah sakit yang menangani korban tragedi Arema FC 1 Oktober 2022 lalu.