Jumlah pengunjung per gelaran, diungkapkan Widiati sekitar 300 orang di masa sebelum pandemi Covid-19. Sehingga perputaran uang di Pasar Curug Titang paling sedikit bisa mencapai kisaran Rp 8 juta - Rp 9 juta sekali buka.
Bahkan di masa pandemi saat ini dan setelah pasar dibuka kembali setelah lima bulan, perputaran uang yang dibukukan menyentuh angka Rp 13 juta. Pendataan penghasilan itu juga dimudahkan dengan adanya semacam token mata uang.
“Di Pasar Wisata Curug Titang, pengunjung yang ingin berbelanja harus menukar uang dengan koin sebagai mata uang, tiap satu koin bernilai Rp2.000. Koin bisa dibelanjakan di lapak 35 pedagang yang merupakan penduduk lokal,” ungkapnya.
Selain jajanan khas Temanggung, ada juga sayuran hingga berbagai barang non makanan. Produk lokal seperti kopi hingga jajan pasar khas desa seperti thiwul, cethot, cethil, nasi jagung, dan nasi gono juga tersedia. Tiap lapak dikenakan uang meja dan uang operasional sebesar Rp20.000 untuk pengelolaan pasar.
Selain atraksi kuliner, ada juga senam bersama, hingga pertunjukan kesenian tradisional. Senam diwajibkan untuk pengunjung dan pedagang sebelum aktivitas untuk menyehatkan warga.
Salah satu lapak yang mendapat omzet cukup besar adalah pedagang kopi yang salah satunya Sapto San, yang bisa menjual hingga Rp800.000 setiap gelaran. Bagi Sapto, keberadaan Pasar Curug Titang sangat membantu perekonomiannya serta warga lain sedesanya.***