KABAR WONOSOBO – Sempat heboh aturan pelegalan produksi minuman keras, kini pemerintah telah mencabut kembali aturan tersebut. Aturan produksi miras tersebut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal dan telah ditandatangani sejak 2 Februari 2021 lalu.
Sebelum pencabutan peraturan legalitas minuman keras (miras), Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan salah satu pertimbangan investasi miras dibuka di empat provinsi, yaitu Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Papua, yakni demi kearifan lokal wilayah tersebut.
“Salah satu pertimbangan pemikiran kenapa ini (legalitas miras dibuka) untuk di beberapa provinsi saja karena memang di daerah itu ada kearifan lokal. Jadi dasar pertimbangannya itu adalah memperhatikan masukan dari pemerintah daerah dan masyarakat setempat terhadap kearifan lokal,” ungkap Bahlil.
Bahlil menjelaskan tentang pertimbangan izin legalitas miras dengan memberikan contoh yang ada di beberapa daerah. Misalnya wilayah NTT yang memiliki minuman khas beralkohol yakni Sopi. Minuman tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi tetapi tidak bisa didorong menjadi industri besar karena masuk kategori terlarang.
Ditandatanganinya izin legalitas miras salah satunya dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Kalaupun tidak boleh dikonsumsi di dalam negeri, Sopi juga bisa diolah untuk produk ekspor.
Bali juga punya kasus yang hampir sama dengan minuman lokal ber-alkohol, yaitu arak Bali yang berkualitas ekspor. Meskipun arak Bali masuk dalam kategori minuman terlarang, tetapi jika dibangun dalam industri yang besar tentu akan memiliki nilai ekonomi.