Cerita Orang Miskin Jadi Caleg, Cari Modal dari Bersihin WC sampai Tempel Stiker di Sabun

27 Januari 2024, 23:17 WIB
Berprofesi sebagai Tukang Mie Ayam, Juli Basaroni Ceritakan Awal Mula Nekat Nyaleg di Pemilu 2024 /BBC/

KABAR WONOSOBO - Kondisi ekonomi yang tidak mumpuni tidak menghalangi orang-orang ini untuk maju menjadi caleg (calon legislatif). Bagaimana kisah para caleg miskin ini? Simak di sini.

Tidak bisa dinafikan bahwa pemilu adalah perang logistik dan uang tentu saja. Butuh amunisi besar untuk maju sebagai caleg dan mendapatkan suara pemilih.

Namun di balik gemerlapnya para caleg ternyata ada pula warga miskin dengan pendapatan minimal yang berani maju menjadi seorang caleg.

Ada seorang Juli Basaroni (42) pedagang mi ayam yang menjadi caleg DPRD Karawang, Jawa Barat, dalam Pemilu 2024.

Baca Juga: Partai Buruh dan Partai Garuda Wonosobo tidak Ikuti Pemilu 2024 Karena Alasan Ini

"Saya masuk kategori masyarakat miskin kota. Keluarga saya terdaftar dalam bantuan masyarakat tidak mampu. Saya bisa disebut caleg miskin," katanya Juli sebagaimana dikutip dari Pikiran Rakyat.

Sebelum berjualan mi ayam, dia bekerja sebagai buruh pabrik, dipecat perusahaan pada 2012. Usai PHK, dia menjalani berbagai profesi, mulai dari pedagang kelontong, pecel lele, sampai akhirnya berjualan mi ayam.  Kini, pendapatannya dari berjualan mi ayam itu per hari rata-rata Rp100.000.

Selama menjadi caleg, ayah empat anak itu telah menghabiskan Rp1,5 juta untuk proses pengurusan administrasi hingga kampanye.

"Kadang saya berpikir, makan saja terbatas, saya mau jadi calon, apalagi saya melawan namanya politik uang. Walau kita tidak pakai politik uang, tapi segala sesuatu butuh uang."

Baca Juga: Apel Hari Amal Bhakti ke-78 Kantor Kemenag Wonosobo Dihelat Sederhana dan Jaga Kondusifitas Masa Pemilu

Untuk mengakali biaya alat peraga kampanye (APK), dia mendapat bantuan dari caleg lain tingkat DPR dan DPRD Provinsi.

Tidak ada jadwal khusu, Juli berkampanye sembari berdagang dimana gerobak mi ayam dagangannya bahkan ditempel stiker.

"Ada beberapa yang beli (mi ayam) bilang, ini foto bapak? Kaget mereka, memang bisa tukang mi ayam jadi caleg. Ini buktinya saya bisa, artinya tidak pakai uang ya," katanya.

Selain itu, ada pula yang meremehkannya.

Baca Juga: Babinsa Wonosobo Ingatkan Linmas akan Tugas Pokoknya, Singgung Soal Pemilu dan Pilkada

"Ada juga yang bilang sok-sokan, dagang mi ayam mau jadi calon, tapi saya meyakini ini adalah proses," katanya.

Di Jawa tengah ada Slamet Widodo (44) caleg DPRD Kota Solo yang berjuang kendati dalam keterbatasan.

Bahkan bukan cuma miskin, Slamet merupakan penyandang disabilitas tuna daksa yang berjualan sabun cuci cair.

Untuk beraktivitas sehari-hari, mengandalkan alat bantu berupa kursi roda, sedangkan untuk beraktivitas di luar rumah, mengendarai sepeda motor roda tiga.

Baca Juga: Apel Gelar 375 Pasukan Linmas Wonosobo, Siapkan Personel Hadapi Pemilu 2024 dalam Pengamanan TPS

"Saya itu ibaratnya caleg tak bermodal karena memang miskin," katanya.

Slamet berujar, omzet penjualan sabun cuci cairnya sekira Rp200.000 per hari, dengan modal awal sekira Rp60.000.

Karena modal terbatas, dia menyiasati kampanye dengan memberi sabun cuci gratis, kemasannya ditempel stiker yang memuat fotonya lengkap dengan nomor urut dan logo partai.

"Saya membuat stiker itu setiap mendapatkan keuntungan. Setiap hari saya sisihkan Rp10.000. setelah genap Rp100.000, saya pesankan stiker yang dapat 100 lembar. Nanti kalau ada rezeki lagi, kita cetak lagi." Ujar Slamet.

Baca Juga: 4 Partai Ini Tak Miliki Kader Mantan Napi di Pemilu 2024

Sementara di ibukota ada  Yuni Sri Rahayu seorang Asisten Rumah Tangga (ART) yang nekat menjadi caleg.

Yuni Sri Rahayu mengatakan bahwa dirinya hanya mampu mengalokasikan dana Rp1,5 juta untuk kampanye. Dana itu pun dikeluarkan, dengan menyisihkan pengeluaran untuk kebutuhan keluarga yang juga harus dipenuhi.

“Dana kampanye aku sisihkan dari upah. Kasarnya dari hasil saya mengosek (bersihkan) WC,” ucapnya.

Pengamat politik Hurriyah mengatakan, caleg yang memiliki keterbatasan finansial relatif berat untuk menembus parlemen, lantaran ada tiga modal utama yang mesti dimiliki caleg untuk bisa terpilih, yakni finansial, politik, dan sosial.

Baca Juga: 8 Eks Pemain Timnas Ikut Bertarung di Pemilu 2024, Siapa Saja Mereka?

Dia menyebut, modal finansial berfungsi penting untuk membiayai kerja-kerja kampanye yang semakin hari semakin mahal, mulai dari alat peraga kampanye (APK), upah tim sukses dan sosialisasi, hingga digunakan oleh sekelompok caleg untuk politik uang.

Selanjutnya, modal politik untuk menempatkan caleg ada di nomor urut strategis.

Dalam kajian Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) tentang Pemilu 2014 dan 2019, nomor urut menjadi salah satu faktor penting yang menentukan preferensi para pemilih dalam mencoblos.

"Lebih dari 60 persen pemilih cenderung memilih nomor urut tiga besar karena menganggap mereka adalah orang-orang penting dan kompeten," ucap Direktur Puskapol UI itu seperti dilaporkan BBC, diakses 20 Januari 2024.

Baca Juga: Daftar Caleg Mantan Narapidana di Pemilu 2024, Catat Namanya!

Sementara modal sosial, tuturnya, seperti popularitas atau ketokohan dari calon yang dikenal luas masyarakat. "Makanya ada parpol yang cenderung memilih caleg dari latar belakang selebritas karena mereka dianggap punya modal sosial yang besar, mereka popular,".***

Editor: Agung Setio Nugroho

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler