Menganyam Alat dari Bambu, Keahlian Turun-temurun Warga Rimpak Sapuran yang Jadi Tumpuan Ekonomi

10 Maret 2021, 00:59 WIB
Produk anyaman bambu desa Rimpak kecamatan Sapuran Wonosobo dimuat untuk dijual ke Pasar /dok. Kabar Wonosobo

KABAR WONOSOBO – Desa Rimpak di kecamatan Sapuran kabupaten Wonosobo yang terletak dibawah lereng gunung Sumbing punya ciri khas menarik yang dimiliki warganya. Keahlian menganyam bambu menjadi produk alat dapur dan rumah tangga seakan telah tertanam dalam gen warga dan dikuasai sejak usia dini.

Desa sentra penghasil anyaman bambu seperti ceting (tempat nasi), tampah, kukusan, tumbu, irig, irus, sapu, dan keranjang itu dikenal sebagai pemasok produk anyaman baik di Wonosobo hingga beberapa daerah sekitar. Didukung keahlian menganyam yang mengakar lintas generasi juga dibuktikan prestasi yang diraih para siswa di SDN 01 Rimpak.

“Anak SD Rimpak biasanya menang lomba kriya tingkat daerah sampai nasional. Piala juara lomba juga memenuhi lemari kaca di ruang tamu kantor SD. Kerap dapat juara satu, salah satunya lomba kriya anyam FLS2N Jawa Tengah dan tingkat nasional di Palembang tahun 2015,” tutur salah satu guru SD setempat, Sri Subekti, Selasa (9/3/2021).

Baca Juga: Dapur Sentra Produksi Cireng di Bejiarum Mampu Hasilkan 1.500 Bungkus Produk per Hari

Salah satu pengrajin anyaman bambu, Nanik juga mengungkap bahwa anak-anak di Rimpak diajarkan turun-temurun sejak usia belia. Bahkan diyakini, pengrajin Bambu asal Rimpak mampu menganyam dengan mata tertutup.

 “Saya sudah belajar menganyam sejak dari kecil. Bahkan saat bermain dengan teman-teman biasanya sambil bawa anyaman,” katanya pada KabarWonosobo.com.

Produk anyaman bambu juga menjadi penghasilan warga selain dari sektor pertanian. warga mengurus lahan pertaniannya dipagi hari dan menganyam disiang hingga malam hari. Dikatakan Nanik, dalam sepekan, satu pengrajin bisa menghasilkan hingga 150 buah produk.

Baca Juga: Job Presenter Berkurang, Aris dan Istrinya Kembangkan Jamu Kebahagiaan dan 8 Varian Lain Untuk Millenial

“Ada rantai produksinya, ada dusun yang khusus membuat ragangan (rangka) sehingga bisa lebih cepat dikerjakan tiga kali lipat hasilnya,” imbuh  Nanik.

Pembagian produksi di tingkat dusun sudah tertata sejak lama. Dusun Ringkuk misalnya, menghasilkan rangka ceting, dusun Rimpak Krajan menghasilkan ceting, dan dusun Jagungan menghasilkan tampah.

Setiap tahapan pembuatan produk, ada istilah yang menandai. Contohnya ketika proses membagi bambu menjadi beberapa bagian tipis disebut nyigiri. Lalu  proses menipiskan bambu menjadi lembaran panjang dan pendek disebut ngongot.

Baca Juga: Inilah 3 Kedai Es Legend yang Wajib Coba di Wonosobo, Harga per Porsinya Kurang dari 10K Semua

Ada juga  wiwit yaitu proses pembuatan dasar ceting dan proses menganyam bagian bawah ceting disebut mbuconi (dari kata bucu). Sedangkan proses memasukan lembaran dengan satu sisi yang tajam disebut ngelancupi, dan proses akhir menganyam disebut nganyam.

Proses lain yang dikenal diantaranya mengku, ngusoni, nutus dan sikil yang menandai proses terakhir pembuatan ceting.

Para pengrajin anyaman membawa produknya setiap lima hari sekali bertepatan dengan hari Wage dalam hitungan  penanggalan Jawa. Hitungan kodi menjadi satuan untuk tiap pengemasan 20 buah produk.

Baca Juga: UKM Temanggung Dilatih Pemasaran Produk Lewat Media Online, Dibimbing Langsung oleh Ahlinya

Gito, salah satu pengepul dari Rimpak menyebut sekali mengirim ke pasar dirinya membawa 1.000 produk yang jenisnya dicampur. Selain di beberapa pasar di kabupaten Wonosobo Gito mengirim hingga ke Purbalingga, Tegal, Tangerang, dan Jakarta.

“Harga satu buah ceting kecil biasanya dijual mulai Rp6.000 dan ceting besar Rp7.500 di pasar,” katanya.

Dari observasi para mahasiswa Unsiq yang tengah mengadakan Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM) kelompok 41 yang bertugas di Rimpak, pemasaran produk anyaman bambu itu bisa ditingkatkan dengan media online. Kelompok KPM juga mencoba mengenalkan potensi Rimpak lewat media sosial mereka, hingga menghubungkan dengan media online, termasuk mengirimkan data kepada Kabar Wonosobo.

Baca Juga: Juru Parkir Dilarang Tarik Retribusi di Jalan Merdeka, Andong Jangan Mangkal di Sekitar Alun-alun Wonosobo

“Sebenarnya, lewat pemasaran online bisa jadi solusi untuk saat ini. Apalagi minat generasi sekarang di bidang menganyam sangat kurang. Kami juga melihat bahwa para pengrajin didominasi generasi tua, sehingga butuh regenerasi,” tutur salah satu mahasiswi Unsiq, Ika 'Asaliatun Amalia.***

Editor: Erwin Abdillah

Tags

Terkini

Terpopuler