Mamose, Tradisi Ekstrem Menebas Tubuh dengan Parang ala Masyarakat Adat Budong-budong di Sulawesi Barat

15 Juni 2021, 12:27 WIB
Tradisi menebas tubuh, Mamose di Sulawesi Barat. /today.line.me

KABAR WONOSOBO – Tidak hanya kekayaan alamnya saja yang terkenal indah, Mamuju di Sulawesi Barat juga memiliki tradisi unik yang ekstrim.

Tradisi yang tumbuh di tengah masyarakat Mamuju itu dikenal dengan nama Mamose berupa ritual menebas tubuh menggunakan parang.

Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat adat Budong-Budong di Dusun Tangkou, Desa Tabolang, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat.

Tidak hanya sebagai ajang keberanian, tradisi yang biasa dilakukan tiga kali dalam satu tahun ini juga dilakukan untuk membina kebersamaan di dalam masyarakat adat Budong-budong.

Baca Juga: Ternyata ada Konsep 5 Gender di Masyarakat adat Sulawesi Selatan, Netizen Indonesia Harus Belajar Sejarah

Selain itu, tradisi ini juga dimaksudkan sebagai bentuk rasa syukur oleh masyarakat Budong-budong kepada Tuhan.

Para tokoh adat atau pamose memperlihatkan keberanian mereka dengan menebas tubuh menggunakan parang panjang sembari bersorak menyerukan kalimat-kalimat yang membangun semangat persatuan dan kebersamaan masyarakat di hadapan ketua adat.

Atraksi ini dilakukan dengan diiringi dengan musik gendang tetapi saat Pamose atau tokoh adat menghadap ketua adat atau Tobara musik akan dihentikan.

Itu diartikan sebagai penghormatan kepada Tobara dengan meminta izin sebelum melakukan tradisi Mamose.

 Baca Juga: Sejarah Tari Sekapur Sirih, Adat Penyambutan Tamu di Provinsi Jambi yang Simpan Nilai Luhur

Sejarah tradisi Mamose ini berawal dari masyarakat Budong-Budong yang datang ke Dusun Tangkou, Desa Tabolang dan membuka pemukiman.

Kata Tangkou sendiri mempunyai arti tumbuhan paku, dimana saat membuka pemukiman, perkampungan tersebut ditemukan banyaknya tumbuhan paku.

Di Tangkou inilah akhirnya digunakan sebagai pusat pemukiman masyarakat adat Budong-Budong yang pertama sekaligus pusat pemerintahan.

Mereka dipimpin oleh Tobara membangun peradaban untuk membangun kesejahteraan dengan melakukan pekerjaan sehari-hari sebagai petani.

 Baca Juga: Wisata Bertema Kematian, Mayat Diletakkan Begitu Saja di Bawah Pohon Tanpa Dikubur di Desa Trunyan Bali

Mereka bertani dengan menanam padi dan tumbuhan lainnya demi menyambung kehidupan dan berlangsung secara damai.

Namun, suatu hari muncullah sebuah perselisihan dengan penduduk Babana akibat perebutan sektor pertanian yang menyebabkan terjadinya peperangan.

Peperangan semakin diperparah dengan datangnya kolonial Belanda yang ingin menguasai wilayah Budong-Budong.

Akibatnya terjadilah peperangan besar-besaran yang dikenal dengan nama Mangiwang dan memakan korban sebanyak 500 jiwa.

 Baca Juga: Tradisi Suku Kreung Kamboja dengan Nam Am Berk, Membuah Gubuk Cinta untuk Proses Perjodohan

Untuk mengenang kejadian tersebut, masyarakat Budong-Budong menggelar tradisi Mamose yang dimaksudkan untuk menyatukan kekuatan serta kebersamaan.*** 

Editor: Erwin Abdillah

Sumber: Herstory.co.id

Tags

Terkini

Terpopuler