Pahami Piramida Rape Culture, Budaya Pemerkosaan yang Terbagi dalam 4 Tingkat dan Patut Diwaspadai

8 Desember 2021, 17:15 WIB
Piramida Rape Culture atau budaya permerkosaan yang terbagi dalam 4 tingkat /11th Principle Consent

KABAR WONOSOBO― Pemerkosaan merupakan salah satu jenis kekerasan seksual yang ternyata memiliki tingkatan berbeda.

Dilansir oleh Kabar Wonosobo melalui laman 11th Principle Consent, terdapat 4 tingkat pemerkosaan.

Disebut pula Piramida Rape Culture, berikut adalah 4 tingkat budaya pemerkosaan yang patut dipahami dan diwaspadai.

Baca Juga: Miris! Korban Kekerasan Seksual di Indonesia Sering Berubah Jadi Pelaku karena Relasi Kuasa. Apa Itu?

Secara berurutan, keempat tingkat tersebut yaitu normalisation, degradation, removal of autonomy, dan explicit violence.

 

Normalisation

Merupakan tingkat terendah dari Piramida Rape Culture.

Normalisation dapat pula diartikan sebagai bentuk pemerkosaan yang telah “dinormalisasikan” atau dianggap normal di masyarakat.

Tingkat ini memiliki jenis-jenis pelecehan seksual paling mendasar yang seringkali tidak disadari.

Beberapa contoh yang terjadi seperti menganggap bahwa perempuan hanya boleh di rumah dan laki-laki bersifat sama.

Contoh lainnya misal candaan seksis, upah berbeda di antara laki-laki dan perempuan, menyalahkan korban, dan locker room banter atau olok-olok ruang ganti.

Istilah loocker room banter atau olok-olok ruang ganti merupakan jenis obrolan bersifat sangat pribadi mengenai seksualitas seorang perempuan terhadap laki-laki maupun sebaliknya.

Kasus locker room banter paling kontroversional sempat terjadi pada tahun 2019 lalu oleh mantan presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Dilansir oleh Kabar Wonosobo melalui laman History Workshop, Trump pernah merendahkan perempuan melalui obrolan pribadi dengan jurnalis Billy Bush.

 Baca Juga: Kecewa Diblokir oleh Twitter dan Facebook, Donald Trump Segera Luncurkan Media Sosial Sendiri

Degradation

Tingkat selanjutnya dari Piramida Rape Culture merupakan degradation.

Degradation merupakan tingkat pelecehan seksual dalam Piramida Rape Culture yang juga patut diwaspadai.

Beberapa jenis pelecehan seksual dalam tingkat ini seperti memperlihatkan kelamin, stalking atau tindak penguntitan, bersiul, cat-calling, mengambil foto dengan paksa, dan balas dendam dengan video porno.

Cat-calling sendiri tercatat masih menjadi momok menyeramkan yang cenderung “dianggap biasa” oleh sebagian orang.

 Baca Juga: Kasus KPI Pusat, Laporan Terbaru Komnas HAM Pastikan MS Jadi Korban Perundungan dan Pelecehan Seksual

Removal of Autonomy

Setingkat di bawah kejahatan eksplisit, penghapusan anatomi atau removal of anatomy menjadi bagian dari kekerasan seksual.

Removal of anatomy terdiri dari berbagai hal seperti dosing atau pemberian obat-obatan, stealthing atau melepas kondom diam-diam tanpa persetujuan pasangan, groping atau meraba, pelecehan seksual nonfisik, dan mengancam.

Kejahatan-kejahatan di atas merupakan bagian dari budaya pemerkosaan atau rape culture yang sering terjadi.

Konteks hubungan seksual yang sehat membutuhkan persetujuan atau consent di antara dua belah pihak.

Stealthing dan dosing menjadi bentuk kejahatan walaupun dilakukan oleh dua orang yang mengklaim sebagai pasangan.

 

Explicit Violence

Kejahatan seksual paling tinggi dari Piramida Rape Culture adalah explicit violence.

Explicit violence terdiri perkosaan baik dilakukan oleh seorang pelaku maupun beramai-ramai, penganiayaan, hingga pembunuhan.

Dibanding dengan jenis rape culture yang lain, golongan kejahatan di atas lebih sering disorot oleh publik.

Meski demikian, segala bentuk kekerasan maupun kejahatan seksual sudah sepatutnya tidak lagi dilakukan.

Masing-masing pihak, baik personal maupun kelompok, harus mulai sadar dan waspada terhadap segala jenis rape culture.***

Editor: Khaerul Amanah

Sumber: 11th Principle Consent History Workshop

Tags

Terkini

Terpopuler