Sedangkan dari pihak Gerilyawan, laporan itu mengatakan bahwa terdapat satu orang yang menjadi korban tewas.
Ketegangan di perbatasan terjadi ketika para pemimpin perlawanan terhadap kudeta militer untuk menggulingkan pemerintah terpilih Myanmar bulan lalu berusaha agar Karen dan kelompok etnis lainnya bersatu dan bergabung dengan mereka sebagai sekutu, yang mana akan menambah personel bersenjata dalam perjuangan mereka.
Baca Juga: Makam Demonstran Heroik Angel Kyal Sin Dibongkar, Picu Kemarahan Publik Myanmar
Serangan udara menandai peningkatan upaya penumpasan yang signifikan oleh pemerintah Myanmar terhadap penentang pengambilalihan militer 1 Februari.
Setidaknya pada hari sabtu saja, 114 orang Myanmar, termasuk beberapa anak dibunuh oleh pasukan keamanan.
Jumlah korban tersebut telah mendorong seorang ahli hak asasi manusia PBB untuk menuduh junta militer melakukan pembunuhan massal atau genosida dan mengkritik masyarakat internasional karena tidak berusaha cukup keras untuk menghentikan kekerasan tersebut.
Baca Juga: Ratusan Kapal Kargo Masih Antre di Terusan Suez, Diperkirakan Kemacetan Terurai Hingga 4 Hari
Seorang diplomat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang meminta identitasnya dirahasiakan minggu lalu mengatakan, Dewan Keamanan PBB (DK PBB) kemungkinan akan mengadakan konsultasi tertutup tentang eskalasi kekerasan di Myanmar.
DK PBB mengutuk kekerasan dan menyerukan pemulihan demokrasi di Myanmar.
Namun hingga saat ini belum mempertimbangkan kemungkinan sanksi terhadap militer, yang tentunya akan membutuhkan dukungan atau abstain dari tetangga Myanmar, China.