KABAR WONOSOBO – Perdebatan mengenai mengapa vaksin yang digunakan di Indonesia masih terbatas pada merk-merk tertentu saja akhirnya terjawab.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Utama (dirut) PT Bio Farma, Honesti Basyir dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama anggota Komisi IX DPR RI, Jumat 21 Mei 2021.
Dilansir Kabar Wonosobo dari Antaranews, Honesti Basyir menyebutkan bahwa proses perizinan dari vaksin Pfizer dan Moderna sedang mengalami ganjalan.
Baca Juga: Vaksin Astrazeneca di Indonesia Disetop Sementara, Diuji BPOM untuk Pastikan Keamanan
Hal tersebut muncul karena produsen Pfizer dan Moderna meminta pihaknya dibebaskan dari tanggung jawab hukum manakala di kemudian hari ditemukan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) pada pengguna produk mereka.
"Terkait Pfizer hingga saat ini masih proses, karena ada beberapa klausul dari Pfizer yang kita belum mampu penuhi, salah satunya, indemnification. Pfizer ingin agar mereka dibebaskan dari semua tanggung jawab hukum seandainya ada kejadian KIPI dan mereka meminta sifatnya jangka panjang," ungkap Honesti.
Sebelumnya, beberapa otoritas terkait menyebutkan bahwasanya program vaksinasi Gotong Royong yang ditujukan pada pekerja kantoran di Indonesia akan menggunakan vaksin Sputnik dan Pfizer.
Namun ketika program tersebut dilaksanakan, vaksin yang beredar adalah CanSino dan Sinopharm.
Honesti menyatakan bahwa sejatinya pada pelaksanaan vaksinasi di Indonesia tidak ada perubahan jenis vaksin.
Namun Honesti menambahkan bahwa penggunaan jenis vaksin di Indonesia sangat terpengaruh oleh perjanjian yang mengikat antara produsen dengan pemerintah.
Tidak hanya pihak Pfizer yang mengajukan penolakan untuk bertanggung jawab terhadap kemungkinan munculnya efek samping pada produknya, ternyata Moderna pun mengusulkan klausul yang sama.
Hingga saat ini Pemerintah Indonesia tengah bernegosiasi agar klausul tersebut memiliki batas waktu yang jelas dan tidak berlaku dalam jangka panjang.
"Kita menegosiasi ini (klausul indemnification) hanya saat pandemi saja, karena kita yakin mereka pasti akan evaluasi lagi formulasi vaksinnya. ini yang jadi permasalahan sehingga kita belum bisa lakukan kontrak dengan Pfizer," ujar Honesti.
Honesti berharap proses negosiasi dengan produsen Pfizer dan Moderna dapat segera menemukan solusi pada Juni 2021.***