Transparansi Proses dan Partisipasi Publik dalam Revisi UU ITE Dituntut oleh Koalisi Masyarakat Sipil

15 Juni 2021, 13:09 WIB
Massa yang tergabung dalam aliansi Gerakan Rakyat Menggugat (GERAM) melakukan aksi damai di kawasan Tugu Muda, Semarang, Jawa Tengah. /ANTARA FOTO/ Aji Styawan/ aww.

 

 

KABAR WONOSOBO― Pada 8 Juni 2021 lalu, Menteri Polhukam Mahfud MD mengumumkan hasil kajian Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) melalui kanal Youtube Kemenko Polhukam RI.

Setidaknya ada beberapa poin penting yang disampaikan, seperti tujuan adanya revisi UU ITE untuk mengatur lalu lintas digital, hingga empat pasal yang akan direvisi.

Mahfud juga menyampaikan bahwa revisi Undang-undang yang tengah dibahas selepas wacana pemerintah mengenai Omnibus Law tersebut adalah untuk menghilangkan pasal-pasal karet sehingga tidak ada lagi kriminalisasi.

Namun, Koalisi Masyarakat Sipil seperti KontraS, Amnesty International Indonesia, hingga Aliansi Jurnalis Independen justru menganggap sebaliknya.

Baca Juga: Revisi UU ITE, Mahfud MD Sebut Pemerintah Tidak Mencabut Namun Revisi Semantik, Susun Pedoman Teknis

Pada tanggal 10 Juni 2021, KontraS atas nama Koalisi Masyarakat Sipil mengeluarkan siaran pers yang mendesak agar proses penyusunan revisi UU ITE dapat dilakukan secara transparan.

Selain itu, koalisi juga menilai bahwa proses revisi tersebut harus melibatkan publik secara aktif. Sehingga klaim Menkopolhukam Mahfud MD di beberapa media bahwa revisi dilakukan atas masukan masyarakat sipil benar adanya.

Keterlibatan masyarakat dirasa penting mengingat bahwa penambahan pasal 45C yang berisi mengenai penyebaran kabar bohong dinilai kontradiktif dan rentan disalahgunakan.

Baca Juga: Apes! Dituding Langgar UU ITE lewat Unggahan Video Berita Bohong, 2 Youtuber Medan Divonis 8 Bulan Penjara

Pasal 45C tersebut berbunyi:

  1. Setiap Orang dengan sengaja menyebarluaskan informasi atau pemberitahuan bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat yang dilakukan melalui sarana elektronik, Informasi Elektronik, dan/atau Dokumen Elektronik diancam pidana dengan pidana penjara maksimal 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda maksimal Rp10.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);
  2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarluaskan informasi elektronik yang berisi pemberitahuan yang tidak pasti atau yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia patut menyangka bahwa hal itu dapat menimbulkan keonaran di masyarakat yang dilakukan melalui sarana elektronik, Informasi Elektronik, dan/atau Dokumen Elektronik dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah).

Baca Juga: Jika UU ITE Tidak Beri Keadilan Jokowi Akan Minta DPR Revisi, Soroti Adanya Pasal Multitafsir

Dua poin pada pasal 45C tersebut dinilai rentan disalahgunakan karena definisi bohong sendiri samar dan memungkinkan adanya perbedaan pemahaman.

Koalisi menyatakan bahwa hal tersebut berpotensi besar untuk membuat masyarakat kian takut bersuara di depan publik dan meningkatkan kriminalisasi warga sipil.***

 

Editor: Erwin Abdillah

Sumber: kontras.org

Tags

Terkini

Terpopuler