Vaksin AstraZeneca Hukumnya Haram tapi Mubah, Didukung Fatwa MUI dengan 5 Alasan Ini

- 19 Maret 2021, 21:19 WIB
Vaksin AstraZeneca boleh digunakan karena situasi di mana ketersediaan vaksin yang belum dapat memenuhi seluruh masyarakat Indonesia.
Vaksin AstraZeneca boleh digunakan karena situasi di mana ketersediaan vaksin yang belum dapat memenuhi seluruh masyarakat Indonesia. /Antara

KABAR WONOSOBO – Fatwa baru Majelis Ulama Indonesia terkait penggunaan Vaksin Covid-19 Produksi AstraZeneca telah dikeluarkan pada Jumat, 19 Maret 2021.

Sebelumnya, Komisi Fatwa MUI Pusat telah menetapkan Fatwa Nomor 13 Tahun 2021 tentang Hukum Vaksinasi pada saat Berpuasa yang dinyatakan sah dan tidak membatalkan.

Sedangkan untuk Fatwa Nomor 14 Tahun 2021 tentang Hukum Penggunaan Vaksin Covid-19 Produksi Astra Zeneca juga telah diputuskan hukumnya mubah. Seperti dilansir KabarWonosobo.com dari laman mui.or.id bahwa hal itu berdasarkan kajian mendalam dan pertimbangan ahli terpercaya.

Baca Juga: Sah, Vaksinasi Covid-19 Tidak Bikin Batal Puasa Ramadhan, Didukung Fatwa MUI

Maka sidang fatwa pada Jumat (19/3/2021) siang telah memutuskan bahwa vaksin produksi Astra Zeneca itu hukumnya haram tetapi mubah digunakan.

Alasan mengapa Vaksin AstraZeneca haram disebabkan dalam proses pembuatan inang atau rumah virusnya, produsen vaksin memakai tripsin yang berasal dari pankreas babi.

Namun dijelaskan bahwa Tripsin bukanlah bahan baku utama virus, namun sebuah bahan yang digunakan untuk memisahkan sel inang virus dengan Micro carier virus.

Baca Juga: Australia Minta 1 Juta Vaksin untuk Papua Nugini Lewat Uni Eropa, Canberra dan Brussels Masih Bersitegang

Dikarenakan kondisi darurat, maka Vaksin Covid-19 Produksi Astra Zeneca itu menjadi mubah. Terkait  hal itu, dijelaskan Ketua MUI Bidang Fatwa KH. Asrorun Niam Sholeh dalam siaran pers bahwa ada lima hal yang menjadikan vaksin Covid-19 Astra Zeneca mubah.

Kondisi Darurat atau Mendesak (hajah syar’iyah)

Dalam ajaran Islam ada hal mendesak sehingga penggunaan vaksin masuk dalam kondisi darurat. Hal itu didasari berbagai sumber diantaranya Al-Quran dan Hadist. selain itu juga pada Kitab Ulama maupun kaidah fiqih.

Yang juga membolehkan penggunaan obat meskipun itu haram namun karena kondisi darurat atau hajah syar’iyah maka boleh atau mubah.

Baca Juga: Papua Nugini Kewalahan Hadapi Pandemi Covid-19, Australia Upayakan Bantuan Internasional

Untuk poin berikutnya yakni masih masalah kedaruratan dari landasan ilmu agama, juga didukung fakta lapangan.

Jika vaksinasi tidak dilakukan, maka ada risiko fatal karena untuk menumbuhkan kekebalan komunal alias herd immunity dan mencegah virus meluas. Dijelaskan KH. Asrorun Niam bahwa ada keterngan ahli yang kompeten terkait hukum itu.

“Ada keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya tentang adanya bahaya jika tidak segera dilakukan vaksinasi Covid-19,” tuturnya.

Baca Juga: Uni Eropa Setuju Jatuhkan Sanksi untuk China Atas Kasus Pelanggaran HAM pada Muslim Uighur

Alasan lainnya yang ketiga adalah meskipun sudah ada vaksin halal seperti Sinovac, namun jumlahnya terbatas hanya sekitar 140 juta dan yang bisa digunakan 122,5 juta dosis.

Sehingga untuk menambah ketersediaan vaksin membutuhkan produksi lain seperti yang dipasok oleh Astra Zeneca itu.

“Pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin Covid-19, mengingat keterbatan vaksin yang tersedia,” imbuhnya.

Baca Juga: Perbaharui Passport, Calon Jamaah Haji Diminta Bersabar Tunggu Kepastian Pemberangkatan Tahun 2021

Alasan berikutnya yaitu karena saat ini sleuruh negara di dunia tengah bersaing untuk mendapatkan quota vaksin lebih untuk negaranya. Namun setelah berusaha, Indonesia baru memperoleh vaksin dari Sinovac dan Astra Zeneca.

Sementara itu alasan terakhir, sudah ada izin edar darurat Vaksin Covid-19 produksi Astra Zeneca yang sudah diisukan pada 22 Februari 2021 lalu. sehingga ada jaminan keamanan dari kualitas dan kemanjuran alias efficacy. ***

Editor: Erwin Abdillah

Sumber: mui.or.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x