Soroti Tragedi Kanjuruhan, New York Times: Polisi Indonesia Kurang Terlatih dalam Pengendalian Massa

4 Oktober 2022, 20:15 WIB
Buntut tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang korbankan fans Arema, polisi Indonesia kena kritik media asing. /ANTARA/

KABAR WONOSOBO - Tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang yang menewaskan 125 orang menjadi sorotan media internasional.

New York Times turut menyoroti tragedi yang terjadi pada Sabtu, 1 Oktober 2022 tersebut dengan menyebut bahwa polisi Indonesia kurang terlatih dalam pengendalian massa.

Dilansir oleh tim Kabar Wonosobo dari sumber serupa, ahli juga menyebut bahwa Polisi Indonesia hampir tidak pernah dimintai pertanggungjawaban atas kesalahan langkah yang mereka lakukan.

Baca Juga: Belum Sehari, Dana dari ARMY Indonesia untuk Tragedi Kanjuruhan Capai Lebih dari Rp400 Juta

Kejadian nahas yang menewaskan ratusan penonton tersebut dikabarkan terjadi karena adanya tembakan gas air mata dari polisi yang diarahkan ke tribun penonton.

Akibatnya, penonton yang berdesakan keluar stadion mengalami sesak napas disebabkan gas air mata yang dilemparkan aparat.

Kondisi diperparah karena pintu keluar utama stadion dalam kondisi terkunci, sehingga penonton berdesak-desakan mencari pintu keluar.

Baca Juga: ARMY Indonesia Galang Dana untuk Korban Tragedi Arema FC di Stadion Kanjuruhan

Artikel berjudul 'Deadly Soccer Clash in Indonesia Puts Police Tactics, and Impunity, in Spotlight' yang diterbitkan New York Times pada 3 Oktober 2022 mengungkap pengalaman ribuan orang Indonesia ketika berhadapan dengan polisi.

Artikel tersebut menyebut bahwa polisi Indonesia cenderung menggunakan kekerasan ketika menghadapi massa.

Namun, enggan bertanggung jawab atas dampak negatif dari aksi mereka.

Baca Juga: Banyak Kejanggalan, Polisi Naikkan Status Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang dari Penyelidikan Jadi ...

“Bagi saya, ini benar-benar fungsi dari kegagalan reformasi kepolisian di Indonesia,” kata Jacqui Baker, ekonom politik di Murdoch University di Perth, Australia, yang mempelajari kepolisian di Indonesia dikutip Kabar Wonosobo dari nytimes.com.

Artikel juga menyoroti kejadian lain yang juga melibatkan kegagalan polisi dalam menangani kerusuhan.

Polisi menembak dan membunuh 10 pengunjuk rasa yang menentang pemilihan kembali Presiden Joko Widodo di Jakarta pada 2019.

Baca Juga: Saksi Mata Tragedi Kanjuruhan: Saya Bertahan di Tribun Meskipun Gas Air Mata Membakar Tenggorokan

Tahun berikutnya, polisi memukuli ratusan orang di 15 provinsi dengan tongkat saat mereka memprotes undang-undang baru.

Lebih lanjut, artikel yang ditulis oleh Sui Lee Wee tersebut menyebut bahwa aparat kepolisian Indonesia menjadi kejam setelah lengsernya rezim Soeharto pada 1998.

“Selama tiga dasawarsa pemerintahan diktator Soeharto, militerlah yang dipandang sangat berkuasa. Tetapi setelah kejatuhannya pada tahun 1998, sebagai bagian dari serangkaian reformasi, pemerintah menyerahkan tanggung jawab keamanan internal kepada polisi, memberikan kekuatan yang sangat besar kepada kepolisian,” tulis Sui Lee Wee.

Baca Juga: BUKAN 180-AN! Polisi Rilis Jumlah Resmi Korban Meninggal Dunia di Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang

"Dalam banyak kasus, petugas polisi memiliki keputusan akhir tentang apakah suatu kasus harus dituntut. Menerima suap adalah hal biasa, kata para analis. Dan setiap tuduhan pelanggaran polisi diserahkan sepenuhnya kepada pejabat tinggi untuk diselidiki. Sebagian besar waktu, kelompok hak asasi mengatakan, mereka tidak melakukannya,” pungkasnya. ***

Editor: Khaerul Amanah

Tags

Terkini

Terpopuler