Rangkuman Film Dirty Vote, Apa Saja Kecurangan Jelang Pemilu 2024 yang Dilakukan Ketiga Paslon?

- 11 Februari 2024, 23:28 WIB
Dirty Vote, film dokumenter yang ungkap kecurangan jelang Pemilu 2024
Dirty Vote, film dokumenter yang ungkap kecurangan jelang Pemilu 2024 /tangkap layar

KABAR WONOSOBO - Sebuah video panjang berjudul Dirty Vote di kanal YouTube dengan nama yang sama dengan judul film tersebut. Baru diunggah hari ini, Minggu, 11 Februari 2024 pukul 12.00 WIB, video tersebut telah ditonton sebanyak lebih dari 1,3 juta kali dan kanalnya telah diikuti oleh lebih dari 26 ribu pengguna YouTube.

Hal yang membuat film ini begitu menyedot atensi publik adalah banyaknya informasi yang diungkap dalam film tersebut yang, menurut pembuatnya, sengaja disajikan untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa demokrasi di Indonesia sedang tidak baik-baik saja dan dipenuhi dengan banyak bentuk kecurangan.

Berikut Kabar Wonosobo coba rangkum informasi apa saja yang disajikan dalam film dokumenter berjudul Dirty Vote yang sedang viral di kalangan pengguna media sosial Indonesia.

Baca Juga: Ada Ancaman Pidana Bagi Yang Langgar Masa Tenang Pemilu, Bawaslu Wonosobo Ingatkan Semua Pihak

Sekilas Tentang Dirty Vote

Menurut deskripsi kanalnya, Dirty Vote sendiri adalah sebuah film dokumenter yang disampaikan oleh tiga ahli hukum tata negara yang membintangi film ini. Mereka adalah Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari. Ketiganya mengungkap berbagai instrumen kekuasaan telah digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu dan merusak tatanan demokrasi.

“Penggunaan infrastruktur kekuasaan yang kuat, tanpa malu-malu dipertontonkan secara telanjang di demi mempertahankan status quo. Bentuk-bentuk kecurangannya diurai dengan analisa hukum tata negara,” tulis deskripsi video tersebut.

Film ini dibagi menjadi beberapa segmen berdasarkan linimasa untuk mempermudah para penontonnya untuk memahami kecurangan apa yang terjadi jelang Pemilu 2024. Berikut pembagiannya.

Baca Juga: Kenali 5 Jenis Surat Suara Pemilu 2024 Beserta Perbedaan Warnanya

Segmen 1: Pemilu 1 Putaran?

Video ini dibuka dengan beberapa pernyataan kontradiktif yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait anaknya, Gibran Rakabuming Raka yang maju sebagai calon Wakil Presiden dari Calon Presiden Prabowo Subianto.

Dengan dukungan Jokowi yang terang-terangan terhadap Paslon 2 tersebut disebut-sebut berkontribusi terhadap elektabilitas Prabowo-Gibran dan membuat hasil survey mereka menjadi lebih tinggi dibandingkan pasangan calon yang lain.

Keunggulan di survey tersebut membuat Prabowo-Gibran menjadi optimis untuk memenangkan Pemilu 2024 ini hanya dalam satu putaran saja. Padahal ada beberapa syarat untuk memenangkan pemilu presiden-wakil presiden.

Menurut Feri Amsari, dikutip dari UUD 1945 Pasal 6A ayat 3 disebutkan bahwa untuk memenangkan pemilu dalam satu putaran dibutuhkan tiga unsur yakni:

  1. suara harus lebih dari 50 persen;
  2. jumlah suara di setiap provinsi setidaknya 20 persen, dan;
  3. setidaknya ada lebih dari 50 persen provinsi di Indonesia yang memenuhi syarat tersebut (dalam hal ini, karena Indonesia memiliki 38 provinsi, maka syarat minimal 20 persen suara harus terpenuhi di 20 provinsi).

Baca Juga: Kenapa Kupu Kupu Kertas Dilarang Tayang di Bioskop Indonesia? Ini 4 Dugaan Penyebabnya, Termasuk Pemilu 2024

Sayangnya dominasi Paslon 2 di seluruh provinsi di Indonesia masih kurang, sehingga jika mereka tidak memenangkan pemilu dalam satu putaran, ada kemungkinan bahwa Paslon 1 dan Paslon 3 akan bergabung dan membentuk kekuatan baru yang berpotensi mengalahkan jumlah suara yang mereka miliki.

Untuk memitigasi hal tersebut, Feri Amsari menunjukkan fakta bahwa ada beberapa pejabat publik yang sengaja dipilih oleh Presiden Jokowi untuk menduduki jabatan strategis di beberapa wilayah di Indonesia.

Penunjukan berdasarkan kedekatan yang dianggap malapraktik secara hukum tersebut dituding membantunya memuluskan jalan anaknya dalam kontestasi Pemilu 2024. Hal tersebut dijelaskan di segmen kedua.

Baca Juga: Apa Itu kawalpemilu.org dan Bagaimana Kita Bisa Ikut Berkontribusi dalam Transparansi Hasil Pemilu 2024?

Segmen 2: Pejabat Daerah Tidak Netral

Feri Amsari dalam penjelasannya memberikan beberapa contoh pejabat daerah yang secara terang-terangan menunjukkan keberpihakannya terhadap pasangan calon presiden-wakil presiden tertentu di forum yang tidak semestinya.

Ada yang secara terang-terangan mengajak warga untuk mendukung presiden tertentu saat bertugas, ada yang terang-terangan mempromosikan orang tertentu agar dipilih sebagai pejabat legislatif dan ada pula yang bahkan membuat pakta integritas berisi kewajiban untuk mendukung salah satu paslon, bahkan ada target suara yang harus dicapai.

Mengerikannya, dukungan-dukungan tersebut dilakukan oleh banyak pejabat negara, tidak hanya bagi salah satu Paslon, namun seluruh Paslon memiliki kubu masing-masing yang melakukan kampanye terselubung di beberapa kegiatan dinas yang mereka lakukan.

Zainal Arifin Mochtar menyebutkan dalam penjelasannya, apa saja yang mungkin terjadi jika Pejabat Daerah tidak netral, yakni:

  1. Memobilisasi Birokrasi
  2. Mempermudah Izin lokasi kampanye jika pejabat berasal dari kelompok yang sama atau mempersulit izin lokasi kampanye jika pejabat berbeda kubu
  3. Memberikan sanksi atau membiarkan kepala desa yang tidak netral. Hal ini dijelaskan di segmen tiga

Baca Juga: Benarkah Tidak Boleh Membawa HP Ke Dalam Bilik Suara TPS Pemilu 2024? Simak Penjelasan Lengkapnya di Sini

Segmen 3: Penyalahgunaan Wewenang dan Jabatan Kepala Desa

Beberapa waktu lalu Organisasi Desa Bersatu yang beranggotakan pejabat desa di 8 provinsi di Indonesia datang ke Jakarta untuk menyuarakan tuntutan mereka di hadapan presiden.

Namun tak diduga, dalam pertemuan Organisasi Desa Bersatu yang mewakili sekitar 81 juta suara tersebut, dihasilkan sebuah deklarasi bertajuk “Deklarasi Desa Bersatu” yang isinya adalah mendukung Paslon 2, Prabowo-Gibran.

Mengapa hal tersebut dianggap melanggar aturan? Zainal Arifin Mochtar menyebutkan bahwa seharusnya pertemuan tersebut bersifat silaturahmi nasional dan tidak ditujukan untuk keperluan politis, apalagi mendukung salah satu Paslon.

Video ini menyoroti langkah strategis dari Presiden Jokowi untuk menggaet suara dari para Kepala Desa ini karena sejatinya Kepala Desa dinilai memiliki kekuatan vital dalam 4 hal, yaitu:

  1. Pengaturan Data Pemilih
  2. Penggunaan Dana Desa
  3. Data Penerima Bansos, PKH, BLT, dan sebagainya
  4. Wewenang Alokasi Bansos

Tak hanya Paslon 2 muncul indikasi bahwa Paslon 3 pun melakukan kecurangan untuk mengeruk suara dengan memberikan instruksi, terutama di wilayah bekas Ia menjabat, agar para pejabat desa memberikan dukungan kepadanya. Persoalan Bansos dan alokasinya dibahas di segmen 4.

Baca Juga: Kapan Masa Tenang Pemilu 2024 Berlangsung? Apa Saja yang Tidak Boleh Dilakukan?

Segmen 4: Politisasi Bansos

Setiap periode pemilu, penyaluran bantuan sosial atau bansos selalu meningkat secara signifikan. Sayangnya, menurut Bivitri Susanti, kebijakan tersebut justru dipolitisasi dan populis, bukan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat.

Berdasarkan hasil analisisnya, Bivitri menunjukkan bahwa bansos yang disalurkan oleh Presiden Jokowi, entah disengaja maupun tidak, diberikan secara terkonsentrasi di beberapa provinsi saja, yang mana hal tersebut dianggap hanya demi kepentingan elektoral saja.

Bivitri menyebut kebijakan penyaluran bansos tersebut merupakan Politik Gentong Babi (Pork Barrel Politics). Politik Gentong Babi adalah penggunaan uang negara yang digelontorkan ke daerah-daerah agar dirinya bisa dipilih kembali. Hal tersebut tentunya membuat ada orang atau politisi yang berebut suatu “jatah resmi” untuk kenyamanan dirinya.

Baca Juga: Polres Wonosobo Apel Persiapan Pengamanan 3091 TPS Bersama Linmas di Pemilu 2024

Segmen 5: Penyalahgunaan Fasilitas Negara untuk Kepentingan Politik

Bivitri menyebutkan bahwa penyelenggara negara diperbolehkan mendukung suatu Paslon dan melakukan kampanye, dengan syarat, dia mengambil cuti dari pekerjaannya sekarang dan ia tidak menggunakan fasilitas negara untuk berkampanye.

Sayangnya, berdasarkan hasil observasi Bivitri dan timnya, tidak ada Paslon yang benar-benar bersih dari pejabat yang menyalahgunakan fasilitas negara untuk melakukan kampanye, baik secara gamblang maupun sembunyi-sembunyi, padahal mereka tidak terdaftar dalam tim kampanye masing-masing paslon dan belum cuti dari posisinya sebagai penyelenggara negara.

Paling miris, Presiden sendiri pun tidak luput dari hal tersebut, karena ia secara terang-terangan menyatakan dukungannya terhadap anaknya yang tergabung dalam Paslon 2 padahal ia tidak sedang cuti dan masih menggunakan fasilitas negara selama melakukan dukungan tersebut.

Baca Juga: WAJIB TAHU! Inilah Barang dan Dokumen yang Harus Dibawa saat Nyoblos di TPS pada Pemilu 2024

Segmen 6: Bawaslu Ditunggangi

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang memiliki tugas sebagai penindak pelanggaran pemilu seakan tidak memiliki gigi untuk menindak pelanggaran dalam Pemilu 2024, padahal banyak bukti konkret yang beredar.

Menurut Feri, hal tersebut terjadi karena beberapa pejabat di Bawaslu sendiri ternyata memiliki kedekatan dengan Presiden Jokowi yang mana merupakan pendukung salah satu Paslon.

Baca Juga: Jaga Netralitas Dalam Pemilu 2024, Kodim 0707/Wonosobo Laksanakan Pembinaan

Segmen 7: KPU Tidak Berintegritas

Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki beberapa tugas, salah satunya adalah menentukan siapa saja yang dapat mengikuti pemilu, baik itu partai maupun paslon.

Zainal membeberkan beberapa temuan terkait kejanggalan-kejanggalan terkait partai-partai yang seharusnya tidak lolos namun akhirnya diloloskan dalam kontestasi Pemilu 2024 dan sebaliknya, ada juga partai yang kemudian tidak lolos meskipun telah memenuhi syarat.

Hal manipulatif tersebut, menurutnya, dapat terwujud karena adanya instruksi-instruksi dari pihak tertentu untuk memuluskan suatu paslon berdasarkan kedekatan dan koalisi yang terjadi di Pemilu 2024 ini.

Tak hanya soal partai, integritas KPU juga diuji lewat peraturan untuk mencantumkan informasi terkait koruptor pada caleg yang memiliki catatan pernah menjadi maling uang rakyat, yang mana hal tersebut tidak dijalankan sehingga para calon pemilih masih belum tahu siapa saja yang merupakan bekas koruptor.

Lambatnya pembuatan penegakan peraturan KPU tersebut ternyata tidak terjadi pada pencalonan Gibran sebagai Cawapres yang nyata-nyata menyalahi peraturan. KPU dengan sangat instan mengabulkan pengajuan syarat pencalonan cacat hukum yang memuluskan jalan Gibran untuk maju sebagai Cawapres dan menjadi Paslon 2.

Terhitung ada 3 dosa Ketua KPU yang hingga saat ini tidak juga diproses, yakni:

  1. Kasus Wanita Emas
  2. Keterwakilan Perempuan
  3. Pencalonan Anak Presiden

Baca Juga: Jaga Netralitas TNI Jelang Pemilu 2024 dan Pilkada 2024, Kodim Wonosobo Berikan Pembinaan

Segmen 8: Mahkamah Konstitusi, Puncak Komedi

Bivitri menggarisbawahi banyaknya hal janggal dan cacat hukum yang terjadi dalam Mahkamah Konstitusi. Berikut 11 hal yang menjadi poin kebobrokan MK:

  1. Kontradiksi MK
  2. Cara instan ubah UU tanpa DPR
  3. Konflik kepentingan
  4. Pendapat Hukum 9 Hakim Konstitusi
  5. Semua permohonan ditolak kecuali satu dan sangat spesifik
  6. Keputusan langsung berlaku
  7. Permohonan Sempat dicabut dan didaftarkan kembali saat hari libur
  8. Melanggar etik berat tapi bukan wewenang MKMK untuk membatalkan putusan, Keputusan pun tetap berlaku
  9. Ketua MKMK berpotensi konflik kepentingan
  10. Indikasi transaksi di balik Konstitusi Pemohon menggugat Cawapres karena wanprestasi
  11. Ketua MK Menggugat ke PTUN dan ingin jabatannya kembali

Baca Juga: Belum Masuk DPT, Bolehkah Nyoblos di Pemilu 2024 Pakai KTP Saja? Simak Penjelasannya

Itu dia 8 segmen dalam video Dirty Vote yang berhasil dirangkum oleh tim Kabar Wonosobo. Delapan segmen tersebut mewakili pihak-pihak, keputusan dan kecurangan yang berhasil dianalisis oleh tiga ahli hukum tata negara itu.

Untuk menonton video Dirty Vote, anda bisa mengakses link berikut:

>>> KLIK DI SINI <<<

***

Editor: Agung Setio Nugroho

Sumber: YouTube Dirty Vote


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x