Kisahkah Dua Tokoh Buronan Politik, Inilah Quotes di Novel Saman Larung Karya Ayu Utami yang Sayang Dilewatkan

10 Oktober 2021, 14:37 WIB
Sampul novel Saman dan Larung karya Ayu Utami /Ayu Utami

KABAR WONOSOBO― Ayu Utami merupakan salah satu sastrawan wanita berpengaruh di Indonesia.

Melalui dwilogi Saman-Larung yang diterbitkan pertama kali pada April 1998 dan November 2001, Ayu Utami mengukuhkan diri sebagai pionir sastra wangi di Indonesia.

Saman ditulis terlebih dahulu dan berhasil memenangkan sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 1998 silam.

Baca Juga: Ini Lima Sastrawan Perempuan Berpengaruh, dari Dee Lestari hingga Leila S. Chudori

Menyusul kemudian, buku kedua yaitu Larung diterbitkan tahun 2001 dan kembali menceritakan petualangan Saman.

Berikut merupakan kutipan dari novel Saman dan Larung yang sayang untuk tidak dilirik:

  • Apakah Tuhan memerintahkan lelaki dan perempuan untuk mencintai ketika mereka kawin? Rasanya tidak.

 Baca Juga: Ayu Utami Bedah Sisi Kelam Manusia dengan Lugas Lewat Dwilogi Novel Saman dan Larung

  • Dunia ini penuh dengan orang jahat yang tidak dihukum. Mereka berkeliaran. Sebagian karena tidak tertangkap, sebagian lagi memang dilindungi, tak tersentuh hukum atau aparat.
  • Tak pernah ada yang salah dengan cinta. Ia mengisi sesuatu yang tidak kosong.
  • Sebab sebuah karya tak harus lahir dari perasaan yang sama atau yang bersetuju. Ia adalah muara dari sungai-sungai, yang sebagian mengandung polusi, juga bangkai.

 Baca Juga: Ini Alasan Pentingnya Baca Novel Sejarah Penting Bagi Generasi Muda, Mulai dari Laut Bercerita Leila S Chudori

  • It is better to light the candle than just to curse the darkness.
  • Luar biasa, sahutku, saya baru tahu Indonesia punya presiden. Saya bahkan baru tahu bahwa Indonesia adalah negara.
  • Sebab, Nak, kanak-kanak adalah sebuah keberadaan yang berdiri sendiri, terpisah dari kedewasaan. Ia bukan sekadar bagian dari proses menjadi matang, sebab apakah kematangan itu jika bukan proses menjadi mati? Kanak-kanak adalah dunia mandiri, dengan bahasanya sendiri. Ia bukan persiapan menuju sebuah puncak sebab puncak itu tak ada. Masa adalah jutaan kepisahaan, bukan kelanggengan.

 Baca Juga: Resensi Novel Populer ‘Magdalena’, Kapal Van Der Wijck Pernah Dituduh Memplagiasinya

  • Orang-orang harus menunjuk orang lain untuk menyelamatkan diri. Maka mereka menyebut namanya. Itu saja yang terjadi. Seperti segala binatang dan kita hidup dengan memakan yang lain, manusia selamat dengan mengorbankan yang lain. Mengapa engkau merasa aneh?
  • Tapi alangkah ganjil jika segala hal diputuskan oleh akal.
  • Tetapi musik barangkali adalah sebuah sapaan yang tak menggunakan kata-kata, gaung yang mempertautkan manusia dengan manusia lain dalam keterasingan.

 Baca Juga: Sisi Lain Manusia dan Kemanusiaan Dibedah Bagus Dwi Hananto dalam Novel Napas Mayat

  • Ia takut pada kata-kata. Sebab kata-kata mengabadikan.
  • Jika sebuah rezim menyelewengkan sejarah secara besar, tentu parahlah kesalahan yang hendak ia menangkan. Maka, jika rezim ini menumpas dan mendengki komunisme, niscaya benarlah komunisme itu.
  • Kejahatan dan kebaikan datang dalam satu paket.
  • Ia menyadari betapa kesedihan adalah sesuatu yang tunggal dan tertutup. Ia tak bisa membaginya, dan kesedihan orang lain tak meringankannya.***

Editor: Agung Setio Nugroho

Sumber: Novel "Saman Larung"

Tags

Terkini

Terpopuler