UPDATE Tragedi Kanjuruhan: Polisi Akui Gunakan Gas Air Mata Kedaluwarsa

10 Oktober 2022, 18:09 WIB
UPDATE tragedi Kanjuruhan yang tewaskan ratusan fans Arema FC dengan tembakan gas air mata dari polisi yang diduga jadi penyebab utama. /ARI BOWO SUCIPTO

KABAR WONOSOBO - Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pasca pertandingan BRI Liga 1 antara Arema FC VS Persebaya terjadi pada 1 Oktober 2022 lalu. 

Laporan terakhir menyebut 131 fans Arema kehilangan nyawa dengan ratusan orang lainnya mengalami luka-luka. 

Melalui penemuan investigasi forensik media The Washington Post, penyebab utama dari jatuhnya ratusan korban tragedi hitam lapangan sepak bola Indonesia tersebut adalah gas air mata yang ditembakkan polisi. 

Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan, Polri Bongkar Alasan PT LIB Ogah Ganti Jam Pertandingan Arema FC vs Persebaya

Dilansir oleh Kabar Wonosobo melalui laman Pikiran Rakyat, laporan terbaru menyebut bahwa ditemukan sejumlah gas air mata yang telah kedaluwarsa dalam tragedi tersebut. 

"Ada beberapa (gas air mata) yang ditemukan (kedaluwarsa), ya. Yang tahun 2021 ada beberapa," ungkap Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri pada Senin, 10 Oktober 2022.

Peran polisi dalam tragedi Kanjuruhan sendiri vital lantaran tembakan gas air mata. 

Baca Juga: Soal Tragedi Stadion Kanjuruhan, Iwan Fals: Kalau Memang Bener Berarti Salah Panglima dan Kapolri Juga Dong?

Bahkan menurut beberapa kesaksian yang telah diberitakan redaksi Kabar Wonosobo menyebut, bahwa polisi tidak memberikan peringatan akan tembakan gas air mata tersebut. 

 

Temuan investigasi forensik atas 100 video dan foto, serta wawancara dengan 11 saksi mata kejadian di Kanjuruhan, ditambah analisis pengamat ahli kerusuhan dan ahli hukum hak sipil, The Washington mengungkapkan beberapa hal. 

Termasuk adanya sekitar 40 kali tembakan gas air mata dari polisi selama kurun waktu 10 menit dalam tragedi Kanjuruhan yang kurang lebih juga menewaskan lebih dari 30 anak-anak tersebut. 

Baca Juga: Soal Tragedi Stadion Kanjuruhan, Jokowi Umumkan FIFA akan Berkantor di Indonesia

 

"Penembakan setidaknya 40 amunisi ke arah kerumunan dalam rentang waktu 10 menit, yang melanggar protokol nasional dan pedoman keamanan internasional untuk pertandingan sepak bola, membuat penggemar berdesakan ke pintu keluar. Amunisi termasuk gas air mata, flash bang, dan flare," tulis media tersebut. 

Ditemukannya beberapa gas air mata yang telah kedaluwarsa sendiri kian menambah catatan buruk dalam temuan investigasi tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan fans Arema tersebut. 

Irjen Dedy Prasetyo sendiri mengungkap belum dapat memastikan jumlah pasti mengenai gas air mata kedaluwarsa yang ditembakkan polisi dalam tragedi Kanjuruhan tersebut. 

Baca Juga: Sudah 6 Orang Jadi Tersangka dalam Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang, Kapolri: Masih Bisa Bertambah!

Lebih lanjut, polisi sendiri menggunakan gas air mata yang biasanya digunakan untuk mengatasi kericuhan, yaitu warna merah, hijau, dan biru. 

"Saya masih belum tahu jumlahnya. Tapi itu yang masih didalami, tapi ada beberapa. Tapi sebagian besar yang digunakan, ya tiga jenis ini yang digunakan," terang Irjen Dedi Prasetyo. 

Kadiv Humas Polri tersebut menjelaskan bahwa efek gas air mata kedaluwarsa tidak begitu berbahaya. 

Baca Juga: Akhmad Hadian Lukita, Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) Jadi Tersangka Tragedi Stadion Kanjuruhan

Ia menyebut bahwa gas air mata kedaluwarsa mengurangi jenis yang masih belum dalam tenggat batas dipakai. 

Sementara itu, pada tragedi Kanjuruhan sendiri, terdapat 11 amunisi gas air mata dengan tingkatan paling tinggi, yaitu yang ditandai dengan kode warna merah.

"Yang jelas yang digunakan menurut gas air mata itu yang 11 sama ini. Ini kan yang Pak Kapolri sampaikan, 11 ya. Kalau yang ini (yang hijau atau biru) nanti saya tanyakan dulu," pungkasnya. 

Baca Juga: Hampir Rp 450 Juta, Ini Dana yang Terkumpul dari BTS ARMY Indonesia untuk Korban Kanjuruhan

Tragedi Kanjuruhan yang menelan ratusan supporter Arema tersebut terjadi pada 1 Oktober 2022 lalu. 

Mencuri perhatian dunia, tim independen dibentuk dengan Mahfud MD sebagai pimpinan. 

Hingga artikel ini ditulis sendiri, penyidikan tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022 masih dilakukan.***

Editor: Khaerul Amanah

Tags

Terkini

Terpopuler